Iuran Batal Naik, Layanan BPJS Kesehatan Jadi Tak Maksimal?

Mahkamah Agung (MA) membatalkan Perpres Nomor 79/2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kategori kelas mandiri.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Mar 2020, 11:30 WIB
Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membatalkan Perpres Nomor 79/2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, untuk kategori kelas mandiri. Putusan ini pun turut ditanggpi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, jika dilihat pada konteks kepentingan jangka pendek konsumen, putusan ini tentu saja menggembirakan.

Namun, jika ditelusuri lebih mendalam, ke depan, putusan ini juga berisiko tinggi bagi perlindungan dan pemenuhan hak hak konsumen sebagai pasien BPJS Kesehatan.

Pasalnya, ucap Tulus, YLKI mengkhawatirkan pembatalan ini berdampak terhadap reduksi pelayanan pada pasien.

"Kalau yang direduksi hanya servis nonmedis masih mendingan, tetapi jika yang direduksi servis medisnya, ini yang membahayakan pasien, karena bisa berdampak terhadap patient safety. Misalnya jenis obatnya diganti atau dikurangi," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Agar layanan BPJS Kesehatan tetap optimal meski kenaikan iuran ini dibatalkan, maka YLKI mengusulkan tiga hal kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan selaku penyelenggara jaminan sosial ini. 

Pertama, YLKI meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mengeluarkan Perpres baru, untuk menggantikan Perpres Nomor 79/2019 yang dibatalkan oleh MA.

"Ini penting untuk menjamin kepastian hukum. Sebab pernyataan managemen BPJS Kesehatan akan tetap menggunakan perpres lama, jika pemerintah belum mengubah/mengeluarkan perpres baru. Dengan kata lain, kenaikan tarif tetap akan diberlakukan oleh BPJS Kesehatan," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Peserta PBI

Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, YLKI mendesak Kemensos untuk segera melakukan pembersihan (cleansing) data untuk peserta PBI. Sebab sampai detik ini cleansing data dimaksud belum dilakukan, sehingga potensi penerima PBI yang salah sasaran masih sangat besar.

"Hasil cleansing data bisa digunakan sebagai acuan untuk memasukkan peserta mandiri menjadi peserta PBI. Sebab faktanya peserta kelas mandiri mayoritas (70 persen) adalah peserta kelas 3. Artinya dari sisi sosial ekonomi adalah kelompok rentan, dan pantas menjadi anggota PBI juga," jelas dia.

Ketiga, YLKI juga meminta managemen BPJS Kesehatan untuk mengefektifkan tagihan bagi peserta kelas mandiri yang masih menunggak. Sebab menurut YLKI tunggakan iuran para peserta mandiri ini sangat signifikan, yaitu sekitar 54 persenan. 

"Sebaiknya agar tidak menimbulkan sengkarut berkepanjangan dan berdampak terhadap pelayanan, pemerintah harus secara cepat mengatasi masalah ini. Dan BPJS Kesehatan, plus mitranya, baik faskes tingkat pertama dan FKTR, untuk tetap menjamin adanya pelayanan yang standar bagi pasien peserta BPJS Kesehatan, dari kelas apa pun,"  ucap dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya