Ketua MPR: Kondisi Ekonomi Tak Tepat Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Menurut pria yang sering dipanggil Bamsoet itu, situasi saat ini memang tidak memungkinkan jika BPJS dinaikkan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Mar 2020, 12:35 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi pembicara kunci dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan Posbakum Golkar di Jakarta, Selasa (12/11/2019). Diskusi tersebut membahas mengangkat tema 'Golkar Mencari Nakhoda Baru'. (Liputan6.co/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permintaan sekolompok masyarakat untuk membatalkan keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Menurut pria yang sering dipanggil Bamsoet itu, situasi saat ini memang tidak memungkinkan jika BPJS dinaikkan.

"Ya sebagai pimpinan MPR tentu kita mengapresiasi kepada yang menaruhkan aspirasi masyarakat luas yang ingin BPJS itu tidak naik. Karena secara ekonomi situasinya tidak mungkin, tidak tepat. Sehingga apa yg diputuskan oleh MA saya memberikan apresiasi," ucap Bamsoet di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Mengenai pengembalian dana masyarakat yang telah membayar imbas kenaikan BPJS pada Januari lalu, Bamsoet mengimbau agar mekanisme pengembalian dilakukan dengan melimpahkannya guna membayar iuran pada bulan berikutnya.

"Disesuaikan saja kan bisa diperhitungkan kelebihannya untuk kewajiban berikutnya. Sehingga tidak perlu ada pembagian, tapi tentu masyarakat yang sudah bayar kelebihan tidak perlu membayar dalam waktu ke depannya," kata dia.

Diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020 lalu.

"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, Senin (9/3/2020)

Sidang putusan pengabulan tersebut dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020.

Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung agar dibatalkan.Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai dengan 100%.

Tony Samosir menyatakan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.

Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:


Putusan MA

Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020 lalu.

"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, Senin (9/3/2020)

Sidang putusan pengabulan tersebut dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020.

Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung agar dibatalkan.Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai dengan 100%.

Tony Samosir menyatakan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya