DPR: Sudah 16 Ribu Kasus, Pemerintah Jangan Lupakan DBD

Data terakhir, lebih 16 ribu kasus DBD dari Januari hingga Maret 2020. Dengan jumlah korban meninggal sekitar 100 pasien.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Mar 2020, 19:44 WIB
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memutus siklus hidup nyamuk aedes aegypti di Jalan Delima Raya, Jakarta Barat, Selasa (30/4/2019). Pengasapan itu untuk mencegah penyebaran wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) saat musim hujan mulai terjadi di Jakarta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR M Nabil Haroen menegaskan bahwa pemerintah mesti juga waspada terhadap demam berdarah dengue (DBD). Mengingat meningkatnya kasus kematian akibat penyakit tersebut belakangan ini.

"Jangan sampai, sibuk mengurus Covid-19, tapi melupakan bahaya nyata tren meningkatnya kasus DBD," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu (11/3/2020).

Data terakhir, lebih 16 ribu kasus dari Januari hingga Maret 2020. Dengan jumlah korban meninggal sekitar 100 pasien. Kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Sikka, NTT, dengan jumlah kasus 1.195 (per 10 Maret 2020), dengan korban meninggal 14 orang.

"Di antara penyebabnya selain kurangnya program berkelanjutan, juga minimnya prasarana obat-obatan untuk menangani pasien," ungkap Nabil.

Sementara menurut Wakil Ketua Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh, DBD merupakan penyakit langganan. Sehingga pemerintah diminta menanggulangi karena berpotensi terjadi KLB di daerah-daerah.

"DBD adalah penyakit langganan yang ada di Indonesia, seluruh wilayah indonesia memiliki potensi untuk menjadi KLB DBD. Oleh karena itu pemerintah tidak boleh mengesampingkan persoalan DBD," kata Nihayatul kepada wartawan, Rabu (11/3/2020).

Dia berharap pemerintah bisa mencegah penyakit demam berdarah, karena setiap tahun selalu berulang.

"Pemerintah harus melakukan penelitian yg mendalam tentang DBD, sehingga tidak terulang setiap tahun," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Harus Bergerak Cepat

Dia juga meminta pemerintah bergerak cepat menanggulangi KLB di NTT agar tidak menyebar dan bertambah korbannya.

"Untuk kasus di NTT, pemerintah harus langsung melakukan gerak cepat. Sehingga tidak menyebar dan bertambah korban. Pemerintah sudah mengirimkan beberapa dokter specialis di NTT, ini harus dievaluasi," ujarnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu dan Ahda Bayhaqi/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya