Liputan6.com, Jakarta - Didampingi istrinya Farida Srihadi, Srihadi Soedarsono tampil mengenakan baju hitam, begitu juga dengan istrinya. Pasangan suami istri itu duduk di sofa, agak ke depan, di kanan kirinya duduk keluarganya.
Sore itu, Rabu, 11 Maret 2020, jadi momen istimewa bagi Srihadi dan keluarga, termasuk dunia seni rupa. Maestro seni rupa Indonesia itu menggelar pameran bertema 'Srihadi Soedarsono--Man x Universe' di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
Semangat Srihadi dalam berkarya memang tidak diragukan lagi, terbukti di usianya yang lebih 88 tahun, dia masih tetap berkarya dan produktif.
"Saya kagum dengan Srihadi karena tidak pernah berhenti berkarya. Padahal, usianya sudah 88 tahun lebih. Saat banjir besar belum lama ini, Srihadi masih berkarya. Dia begitu disiplin, etos kerjanya jelas, dan mencari hal-hal baru dalam karyanya," kata kurator pameran, Rikrik Kusmara kepada Liputan6.com.
Srihadi bersyukur di usianya yang lebih dari 88 tahun masih bisa berkarya. Bagi Srihadi, dirinya berkarya tanpa memiliki beban apa-apa. Itu pula yang membuatnya tetap sehat, tidak terkecuali berolahraga.
"Saya disiplin olahraga," kata Srihadi Soedarsono. "Dengan kesehatan saya bisa berkarya," lanjut Srihadi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
44 Lukisan
Pameran lukisan 'Srihadi Soedarsono: Man x Universe' ini akan berlangsung sejak 11 Maret 2020-9 April 2020. Ada 44 lukisan yang dipamerkan pelukis kelahiran Solo, 4 Desember 1931 ini.
Dari 44 lukisan itu, terdiri atas 38 lukisan baru, sisanya merupakan koleksi pribadi. Seluruh karya, kecuali sketsa Borobudur (1948), menggunakan media cat minyak pada kanvas.
Karya-karya tersebut antara lain Horizon–The Golden Harvest (2018), Borobudur Drawing (1948), Borobudur–The Energy of Nature (2017), Mt. Bromo– The Mystical Earth (2017), Papua–The Energy of Golden River (2017), The Mystical Borobudur (2019), dan Jakarta Megapolitan–Patung Pembebasan Banjir (2020).
Lewat karyanya, Srihadi tak sekadar melukiskan keindahan landscape, tapi juga menggunakan bahasa satire yang merespons realitas yang terjadi di Indonesia.
"Panorama Indonesia itu tidak hanya Borobudur, tetapi sangat banyak. Selain keindahan, kita juga menghadapi keprihatinan. Saya mencatat dan menuangkannya lewat kanvas," ujar Srihadi. "Seperti lukisan saya tentang banjir, itu bentuk keprihatinan." lanjutnya.
Dari 44 karya yang dipamerkan, Rikrik Kusmara menilai semua karya Srihadi sangat bagus. Namun, di antara banyak karya itu, Rikrik sangat terpesona dengan lukisan tentang Papua dan Semeru.
"Seri Papua dan Semeru itu dahsyat," kata Rikrik. "Beliau mencari pendekatan-pendekatan lain, selain pendekatan yang biasa diekspresikan. Jadi, yang Papua itu sangat berbeda sekali landscape-nya dengan yang lain. Begitu pula dengan Semeru," tandas Rikrik.
Advertisement