Liputan6.com, Jakarta - Setiap kota di Indonesia menyimpan cerita masa lalu dan menjadi saksi bisu perkembangan wilayah tersebut. Demikian juga kawasan permukiman yang hadir di setiap kota-kota di Indonesia.
Konsep permukiman ini mulai muncul pada awal abad ke-20 di beberapa kota besar di Indonesia. Konsep permukiman ini berbeda dengan konsep permukiman masyarakat Bumiputra. Dosen sejarah Universitas Airlangga Surabaya, Purnawan Basundoro, menuturkan pemerintah kolonial menggagas konsep permukiman tersebut untuk memenuhi kebutuhan tempat bermukim bagi warga Eropa.
Konsep permukiman baru itu adalah permukiman dengan konsep real estate atau disebut kompleks perumahan. Di Surabaya, Jawa Timur, Purnawan menuturkan juga dibangun beberapa perumahan dengan konsep real estate pada awal abad ke-20.
Baca Juga
Advertisement
Perumahan pertama yang dibangun pada waktu itu perumahan yang berada di Kampung Keputran oleh perusahaan swasta Bouwmaatschappij Keputran pada 1900 (Tilema, 1921). Perusahaan tersebut membangun rumah-rumah yang bertujuan disewakan, tetapi kurang berhasil sehingga memutuskan untuk menjual tanah per kavling.
“Untuk menarik minat pembeli di kawasan tersebut juga dibangun taman yang cukup indah yang disebut Scheepmaker Park,” tulis dia.
Kemudian dalam jangka waktu enam tahun kawasan tersebut sudah terbangun. Penjualan dalam bentuk kavling ternyata lebih lancar. Setelah terbangun kawasan itu juga tidak diberi nama, sehingga tetap dikenal sebagai kawasan Keputran Surabaya.
Purnawan menuturkan, pembangunan perumahan semakin gencar dilakukan karena difasilitasi dan didukung oleh pihak gemeente. Ini setelah Surabaya ditetapkan sebagai kota otonom dengan status gemeente (kotamadya).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Darmo, Kawasan Perumahan Mewah Pertama di Surabaya
Pada 1916, tanah partikelir Darmo yang berada di selatan kota mulai dibangun menjadi perumahan mewah. Desain awal perumahan tersebut dibuat oleh arsitek terkenal Henri Maclaine Pont pada 1914.
“Kawasan tersebut membentang dari pinggiran Sungai Kali Mas di sisi timur sampai ke Kampung Kupang di sisi barat, dan dari kawasan yang baru terbangun di Keputran di sisi utara sampai ke Kawasan Wonokromo di selatan,” tulis Purnawan.
Kawasan perumahan yang dibangun di tanah partikelir Darmo tersebut luasnya mencapai 228,8 hektare. Selain dibangun rumah mewah ukuran besar juga dilengkapi dengan taman-taman yang cukup banyak.
“Desain yang dibuat oleh Henri Maclaine Pont adalah dengan dengan menerapkan konsep klasik Eropa dengan sumbu-sumbu yang dibentuk dengan jalan, boulevard, maupun taman,” ujar dia.
Rumah-rumah yang dibangun di Kawasan Darmo dibuat dengan bentuk tidak seragam antarkavling, sehingga terlihat dinamis dan tidak membosankan.
Kawasan Darmo dilengkapi dengan berbagai fasilitas, antara lain tempat peribadatan (gereja), pendidikan, rumah sakit, apotek, dan lain-lain.
Pada 1930, seluruh kawasan itu sudah terbangun dan ditempat oleh pemiliknya. Setelah kawasan itu terbangun dengan baik, pihak pengembang dan Gemeente Surabaya juga tidak memberi nama khusus. Kawasan perumahan yang baru dibangun itu tetap mengikuti nama kampung yang ada, yaitu Darmo.
Advertisement
Kawasan Ketabang dan Gubeng
Pada 1920, kawasan Ketabang mulai dibangun dan dikembangkan. Kawasan itu juga awalnya merupakan tanah partikelir yang dikuasai oleh swasta. Akan tetapi, dibeli oleh Gemeente Surabaya karena akan dibangun kantor balai kota (Stadhuis).
Kantor balai kota mulai dibangun pada 1923 dengan desain bangunan dibuat oleh arsitek Citroen yang bekerja untuk Gemeente Surabaya. Kantor balai kota selesai dibangun pada 1925. Lalu langsung ditempati sebagai kantor pemerintahan Surabaya pada waktu itu.
"Setelah kantor balai kota dibangun di kawasan tersebut juga mulai dibangun perumahan yang terletak di kanan dan kiri kantor balai kota,” ujar dia.
Perumahan tersebut sebagian merupakan rumah dinas pejabat gemeente dan lainnya dijual kepada masyarakat umum terutama warga Eropa. Seluruh kawasan Ketabang selesai dibangun pada 1930.
Pemerintah Kota Surabaya pada waktu itu juga tidak memberi nama baru pada kawasan yang baru terbangun tersebut. Kawasan itu tetap dinamai Ketabang, mengacu pada nama kampung yang telah ada sebelumnya. Perumahan lain yang dibangun bersamaan, yaitu perumahan Gubeng juga tidak diberi nama baru.
Purnawan menuturkan, pembangunan kawasan perumahan pada saat itu untuk warga Eropa. "Iya, yang punya uang banyak mereka," uajr dia.