Liputan6.com, Blora - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah ikut angkat bicara soal adanya pungutan janggal senilai Rp6 ribu di RSUD dr R Soetijono Blora bagi tiap pasien yang menebus obat.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu mengungkapkan, masyarakat sebagai pengguna layanan berhak mendapatkan informasi yang jelas terkait dasar hukum ketika adanya biaya yang dibebankan kepada mereka atas layanan publik.
"Hal itu sesuai amanat Pasal 21 UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, bahwa komponen standar pelayanan salah satunya harus jelas dasar hukum dan biaya dan tarif," kata Sabarudin kepada Liputan6.com, Rabu (11/3/2020).
Menurutnya, Perbup Blora Nomor 54 tahun 2019 telah mengatur tarif nominal layanan di RSUD dr R Soetijono Blora, maka acuan rumah sakit tersbeut adalah aturan itu dan jangan sampai melewati jumlah yang telah termaktub.
"Apabila tarif yang dibebankan, tidak sesuai Perbup Blora nomor 54 tahun 2019, itu berpotensi terjadi malaadministrasi berupa penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara layanan," ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
Pihaknya meminta kepada Direktur RSUD dr R Soetijono Blora dan Inspektorat Blora untuk segera memberikan klarifikasinya lebih lanjut agar temuan ini tidak menjadi preseden buruk ke depan.
"Sekaligus, melakukan audit atas dugaan maladministrasi dimaksud serta dilakukan penyesuaian tarif sesuai aturan yang berlaku, dasar hukumnya sudah jelas yakni Perbup Blora nomor 54/2019," ungkapnya.
Meski demikian, pihak Ombudsman mengaku belum ada laporan dari masyarakat terkait adanya pungututan yang dinilai janggal tersebut.
Pihaknya juga siap mendukung warga apabila ada yang merasa dirugikan dengan pungutan tersebut. Masyarakat juga berhak melaporkan hal ini kepada Bupati Blora. Jika tidak segera ditindaklanjuti, katanya, bisa segera melapor ke Ombudsman RI perwakilan Jawa Tengah.
Hal senada juga diutarakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cepu Raya, Farid Rudiantoro. Dirinya mengatakan pungutan jasa pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang berpotensi menjadi pungutan liar.
"Jika merujuk dengan peraturan bupati (Perbup), ada selisih Rp2500 atas jasa pelayanan itu. Tentunya ini berpotensi adanya pungutan liar (pungli)," kata Farid kepada Liputan6.com, Rabu (11/3/2020).
Farid mengatakan, dari temuan warga atas pungutan jasa pelayanan yang dianggap janggal itu mungkin saja menjadi cerminan buruknya manajemen rumah sakit.
"Jadi temuan masyarakat soal kasus ini bagus sekali, membuka tabir kesalahan puluhan tahun yang dilakukan RSUD," katanya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Duduk Perkara
Diberitakan sebelumnya, persoalan ini terungkap ketika pasien RSUD dr R Soetijono Blora, dibuat bertanya-tanya dengan pungutan biaya saat menebus obat di rumah sakit tersebut. Dalam struk jasa pelayanan tertera nominal Rp6 ribu yang diambil dari tiap pasien saat menebus obat.
Eko Arifianto (43), salah satu keluarga pasien tersebut, membenarkan ada beban biaya penebusan obat senilai Rp6 ribu yang harus dibayarnya. Menurut dia, pungutan itu tidak mendasar dan tidak seharusnya dilakukan rumah sakit milik pemerintah.
"Pastinya nominal jasa pelayanan itu cukup banyak, misal Rp6 ribu dikalikan 500 warga per harinya sudah berapa jika itu dihitung dalam setahun? Pastinya cukup besar uang warga yang masuk," katanya kepada Liputan6.com, Senin (9/3/2020).
Eko mengharapkan adanya transparansi soal pungutan jasa pelayanan di rumah sakit tersebut. Perlu adanya keterbukaan pihak rumah sakit untuk menjelaskan secara rinci ke mana pengutan tersebut bermuara.
"Ini kan jadi bentuknya memungut halus kepada masyarakat. Bentuknya juga terlihat jelas dalam rupa struk tertera jasa pelayanan yang dikenai biaya. Perihal ini baiknya jangan sampai ada aturan yang dipermainkan," katanya.
Sementara itu, Direktur RSUD dr R Soetijono Blora, Nugroho Adiwarso mengatakan, biaya jasa sebesar Rp6 ribu saat pasien menebus obat sudah sesuai aturan.
"Biaya pelayanan sudah diatur di Peraturan Bupati (Perbup), itu memang dibebankan kepada masyarakat," kata Nugroho.
Nugroho mengatakan, biaya itu sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pemerintah, bahkan katanya aturan tersebut sudah berlaku sejak lama di tiap rumah sakit pemerintah. Uang jasa pelayanan yang diberlakukan tiap rumah sakit juga berbeda-beda.
"Coba cek di bagian hukum, itu ada kok ada aturannya dan sudah berlaku lama. Di sini ada berkasnya, tapi entah dimana," ucap Nugroho.
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Blora saat ditemui Liputan6.com, menunjukkan regulasi yang termaktub dalam Perbup Blora nomor 54 tahun 2019, tentang tarif layanan pada RSUD Kabupaten Blora, yang menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (BLUD).
Usut punya usut, uang jasa pelayanan yang termaktub di dalam Perbup tersebut tidak sama dengan kondisi di lapangan.
"Jasa pelayanan di Perbup ini tertulis cuman Rp3.500. Kalau tidak sama dengan di lapangan saya tidak tahu," kata Dwi Setyowati selaku pejabat di Sekretariat Daerah Kabupaten Blora yang membidangi Dokumentasi dan Informasi Hukum.
Dia juga menyebut, Perbup Blora ini mulai berlaku 1 Februari 2020.
"Pada saat peraturan ini berlaku, sebelumnya Perbup Blora nya Nomor 95 tahun 2010 tentang tarif pelayanan kesehatan pada RSUD Kabupaten Blora yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD," katanya menambahkan.
Advertisement