Cek Bedanya Tanda-Tanda Orang Kena DBD dan Virus Corona

Berikut perbedaan DBD dan Virus Corona atau COVID-19. Punya gejala awal yang mirip, tapi tidak sama.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 12 Mar 2020, 12:00 WIB
Calon penumpang mengenakan masker saat berada di Stasiun Senen, Jakarta, Senin (9/3/2020). PT KAI Daop 1 Jakarta melakukan sosialisasi pencegahan, pemeriksaan kesehatan, dan pengecekan suhu tubuh penumpang sebagai langkah antisipasi penyebaran virus corona (COVID-19). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Gejala awal seseorang yang terinfeksi demam berdarah dengue (DBD) dan Virus Corona (COVID-19) mirip. Hal ini ditandai dengan suhu tubuh yang naik. Orang yang bersangkutan didera demam.

Walaupun punya gejala mirip, ada perbedaan di antara DBD dengan Virus Corona. Hal ini diungkapkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi.

"Untuk yang COVID-19, pastinya seseorang itu dilihat, apakah ada riwayat perjalanan ke daerah-daerah yang terinfeksi wabah, kontak dengan orang yang sudah pernah punya kasus positif Corona atau pernah kontak dengan orang yang punya perjalanan ke daerah wabah corona," ujar Nadia saat konferensi pers di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, kemarin (11/3/2020).

"DBD dan COVID-19 juga penyebabnya sama-sama virus. Nah, kalau demam berdarah perlu nyamuk (Aedes aegypti) untuk perantaranya, sedangkan Corona bisa menular dari manusia ke manusia."

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Daya Tahan Tubuh

Aktivitas tim medis saat menangani pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona atau COVID-19 di ruang isolasi Gedung Pinere, RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, Rabu (4/3/2020). Sebanyak 10 dari 31 pasien yang dipantau dan diawasi RSUP Persahabatan merupakan pasien rujukan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Nadia menerangkan, pada prinsipnya DBD dan COVID-19 terjadi infeksi virus. Gejalanya mirip, tapi ada perbedaan. 

"Kalau demam berdarah, kita semua tahu, demamnya tiga hari enggak turun-turun. Biasanya hari ke 3 sampai 5, pasien merasa lebih baik karena keringat dinginnya keluar. Padahal, kondisi itu masuk masa-masa syok (masa kritis)," Nadia menambahkan.

"Yang namanya infeksi virus sangat bergantung pada daya tahan tubuh. Itulah kenapa ada orang yang terinfeksi virus dengue ya santai-santai aja dan DBD-nya demam biasa. Tapi ada juga yang kena infeksi dengue, lantas menjadi berat. Kembali lagi pada daya tahan tubuh."

Pada COVID-19, seseorang bisa tidak terjangkit COVID-19 karena kekebalan tubuh kuat.


Tidak Ada Obat

Dokter memeriksa kondisi pasien kritis virus corona atau COVID-19 di Rumah Sakit Jinyintan, Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (13/2/2020). China melaporkan 254 kematian baru dan lonjakan kasus virus corona sebanyak 15.152. (Chinatopix Via AP)

DBD dan COVID-19 sampai saat ini tidak ada obatnya. Vaksin COVID-19 sedang dibuat dan diteliti para ahli dunia. Negara-negara di dunia, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Rusia ikut membuat vaksin corona. 

"DBD itu enggak ada obatnya. Kita hanya menangani, bagaimana memperbaiki sistem sirkulasi darah karena keadaan syok. Ini terjadi akibat perdarahan, yang mana keluarnya darah pada sel pembuluh darah agar segera kembali normal," Nadia menerangkan.

"Sama juga kalau COVID-19, bagaimana pneumonia yang dialami pada pasien COVID-19 bisa diatasi."

Selain demam, pasien yang mengarah pada gejala COVID-19 juga disertai kelelahan, nyeri punggung, otot, dan batuk kering.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya