Pengusaha Desak Pemerintah Pangkas Birokrasi Impor

Pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia mengkritisi izin impor yang diterapkan pemerintah

oleh Athika Rahma diperbarui 12 Mar 2020, 15:40 WIB
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Roesan P Roeslani menyatakan, impor memang perlu dilakukan jika komoditas yang dibutuhkan masyarakat mengalami kelangkaan di pasar.

Namun kadang, seringkali keterlambatan kedatangan komoditas yang dibutuhkan justru membuat masyarakat semakin gundah. Hal itu disebabkan oleh administrasi dan birokrasi yang belum maksimal.

"Ini klasik sih, masalah bombay, gula ini kan izin, administrasi yang mohon maaf agak telat. Koordinasinya harus ditingkatkan," kata Rosan di Pasar Kramat Jati, Jakarta Pusat, Kamis (12/03/2020).

Lebih lanjut, Rosan mengatakan stok pangan untuk Ramadhan dan lebaran dapat dikatakan aman. Untuk impor, seharusnya pemerintah dapat menyesuaikan waktunya saja.

"Ini kan masalah logika yang makes sense saja. Kapan pas butuh, impornya jangan telat, nanti ada kelangkaan. Dan pas sudah ada, jangan impor, nanti stoknya melimpah," kata Rosan.

Pun, koordinasi antara kementerian harus ditingkatkan. Jangan sampai ada miskomunikasi yang hanya akan memperlambat impor komoditas yang diperlukan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harga Melambung, Kemendag Buka Keran Izin Impor Bawang Bombai 2.000 Ton

Pedagang memperlihatkan bawang bombay dagangannya di dPasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (12/3/2020). Para pedagang di pasar tradisional, mengeluhkan harga bawang bombay yang melonjak drastis hingga 10 kali lipat dari harga normal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk komoditas bawang bombai sebanyak 2.000 ton. Pembukaan impor guna menyikapi harga komoditas tersebut yang semakin melambung tinggi.

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menjelaskan, penerbitan SPI dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang diberikan oleh Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian.

"Kami sudah keluarkan izin untuk impor bawang bombai karena baru masuk RIPH, sehingga langsung kita proses, dan ketika keluar RIPH tidak serta merta langsung keluar (izinnya), kita harus proses beberapa waktu," kata Agus Suparmanto seperti mengutip Antara, di Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardana menjelaskan SPI untuk bawang bombai yang sudah diterbitkan Kemendag sebesar 2.000 ton didatangkan dari Selandia Baru.

"Yang sudah keluar itu ada 2.000 ton bawang bombai...Iya, dari New Zealand yang sudah keluar," kata Indrasari.

Ia menambahkan bahwa penerbitan SPI ini melihat dari RIPH yang sudah masuk ke Kementerian Perdagangan dengan memerhatikan kelengkapan dokumen yang diajukan dari importir.


Harga Melambung

Bawang bombay/copyright: unsplash/lars blankers

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menjelaskan harga rata-rata bawang bombai di pasar tradisional saat ini sudah mencapai Rp 170 ribu sampai Rp 200 ribu per kilogram.

"Bawang bombai yang seyogyanya harganya paling tinggi Rp 25.000, sekarang sudah di kisaran Rp 170 ribu per kilogram, bahkan ada yang menjual Rp 200 ribu dan yang jadi masalah, barangnya juga tidak begitu banyak," kata Abdullah.

Menurut dia, harga bawang bombai tidak pernah menyentuh di kisaran harga saat ini, bahkan melebihi harga beras dan harga daging per kilogram.

Ia berharap Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dapat bergerak cepat untuk meredam mahalnya harga bawang bombai ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya