Kadin soal Penolakan Buruh Terhadap Omnibus Law: Itu Wajar

Proses penyampaian Omnibus Law ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga didorong agar transparan.

oleh Athika Rahma diperbarui 12 Mar 2020, 17:00 WIB
Buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2020). Massa menyuarakan penolakan mereka terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.con/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Roesan P Roeslani mengomentari soal protes buruh yang menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Menurutnya, demonstrasi wajar dilakukan jika memang pemikiran tidak sejalan. Pihak buruh memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya.

"Yang penting komunikasinya selalu jalan, dicari solusi yang terbaik. Menurut saya itu wajar," kata Rosan kepada wartawan di Jakarta Timur, Kamis (12/03/2020).

Rosan melanjutkan, saat ini pengusaha dan pemerintah masih terus mendorong agar buruh selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan apapun, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka.

Proses penyampaian Omnibus Law ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga didorong agar transparan, terbuka dan selalu disempurnakan.

Rosan berharap, jika sudah disetujui DPR, maka produk pemerintah yang akan dikeluarkan harus cepat juga.

"Jangan lama UU jadi tapi produk pemerintahnya keluarnya lama, jadi sayang momennya. Supaya implementasi berjalan ddngan baik. Ini yang banyak ditunggu investor lokal dan luar negeri di tengah ketidakpastian global," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Omnibus Law Tak Bikin Kewenangan Pemda Beralih ke Pemerintah Pusat

Pemerintah menyerahkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR, Rabu (12/2/2020). (Merdeka.com/ Ahda Baihaqi)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja tidak akan melakukan resentralisasi persoalan administrasi investasi dari pemerintah daerah ke instansi pusat.

Dia menjelaskan, RUU Omnibus Law diciptakan mengharmonisasi sejumlah peraturan yang tumpang tindih. Salah satunya terkait perbedaan perizinan investasi di pemerintah pusat dan daerah.

"Ini ditegaskan bahwa pemerintah tidak menarik resentralisasi, tapi yang disamakan adalah norma standar prosedur dan kriteria (NSPK)," terang Airlangga dalam Business Law Forum 2020 di Four Seasons Hotel, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, dengan adanya NSPK ini nantinya pihak kementerian/lembaga dan pemerintau daerah akan memiliki norma, standar prosedur, dan kriteria yang sama terkait persoalan investasi.

"NSPK ini didorong bahwa pemerintah pusat, pemda, kementerian itu mempunyai NSPK yang sama. Dan yang ditarik adalah service level agreement-nya," sambung dia.

Sebagai contoh, Airlangga menyebutkan pengurusan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di tiap pemerintah provinsi yang kerap memiliki waktu penyelesaian berbeda-beda.

"Kadang kadang sekarang IPPKH di suatu daerah dengan yg lain ada yang setahun, dua tahun, tiga tahun. Nah ini semua sudah dimandatkan kepada Kepala BKPM sehingga semua bisa dipermudah karena semua jadi one stop service," ujar dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya