Bursa Asia Anjlok karena Kekhawatiran Investor akan Dampak Corona

Alasan yang mendasari pelemahan bursa Asia ini adalah kurangnya kepercayaan kepada pemerintah mengenai rencana yang tepat untuk menahan dampak virus Corona.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Mar 2020, 09:00 WIB
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Asia mengalami kerugian besar pada pembukaan perdagangan Jumat ini mengikuti Wall Street yang anjlok dalam pada perdagangan semalam. Kekhawatiran akan wabah virus Corona masih menyelimuti bursa.

Mengutip CNBC, Jumat (13/3/2020), indeks Nikkei 225 Jepang menjadi salah satu bursa di Asia Pasifik yang mengalami tekanan sangat dalam. Bursa ini turun 8,16 persen ke level 18.559,63, setelah pada perdagangan sehari sebelumnya juga anjlok 20 persen.

Sedangkan untuk indeks Topix melemah 7,8 persen.

Di Australia, indeks S&P/ASX 200 turun 7,23 persen. Indeks ini terjatuh melanjutkan pelemahan pada perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Rabu dan Kamis indeks acuan di Australia ini turun lebih dari 7 persen.

Sementara itu, Kospi Korea Selatan juga jatuh 6,17 persen, sementara indeks Kosdaq turun 7,12 persen.

Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia di luar Jepang turun 2,75 persen.

"Sistem keuangan dunia telah mengalami dislokasi," Kim Mundy, analis dari Commonwealth Bank of Australia, dalam catatannya.

"Yang mendasari pelemahan bursa Asia ini adalah kurangnya kepercayaan kepada pemerintah mengenai rencana yang tepat untuk menahan dampak kesehatan dan ekonomi dari virus Corona." lanjut dia.

"Investor mencari solusi langsung dari pemerintah dan bank sentral, penyebaran virus ini jauh melampaui dugaan awal," tulis Tai Hui dari JP Morgan Asset Management dalam catatannya kepada nasabah.

"Birokrasi pemerintah sama sekali tidak mengimbangi wabah dan harapan pasar." tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Wall Street Runtuh Hampir 10 Persen, Terburuk Sejak 1987

Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street anjlok pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Terpuruknya bursa AS ini setelah Presiden AS Donald trump dan Bank Sentral AS gagal menumpas kekhawatiran atas perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh penyebaran virus Corona.

Penurunan pada perdagangan Kamis ini merupakan pelemahan bersejarah bagi Wall Street.

Mengutip CNBC, Jumat (13/3/2020), indeks acuan Dow Jones Industrial Average ditutup 2.352,60 poin lebih rendah atau turun 9,99 persen ke level 21.200,62. indeks ini mengalami penurunan terburuk sejak jatuhnya pasar "Black Monday" yang terjadi pada 1987.

Sedangkan indeks S&P 500 anjlok 9,5 persen menjadi 2.480,64. S&P 500 juga mengalami hari terburuk sejak 1987. Untuk Nasdaq Composite ditutup 9,4 persen lebih rendah ke level 7.201,80.

“Virus Corona menakutkan dan orang tidak tahu apa yang diharapkan,” kata Kathy Entwistle, senior vice president of wealth management di UBS.

“Sepertinya tsunami akan datang. Kami tahu itu akan terjadi kapan saja dan tidak ada yang tahu apa hasilnya nanti." tambah dia.

Pada perdagangan Kamis, Bank Sentral AS mengumumkan akan meningkatkan operasi pasar menjasi lebih dari USD 500 miliar. Kemudian akan menawarkan lebih banyak operasi repo senilai USD 1 triliun pada hari Jumat. Bank Sentral AS juga memperluas jenis surat utang yang akan dibeli.

Namun, pasar saham AS atau Wall Street melemah drastis ke posisi terendah karena investor menunggu langkah yang lebih agresif untuk mendukung ekonomi dan menargetkan wabah virus secara langsung.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya