Ada Stimulus Fiskal, OJK Minta Pelaku Pasar Modal Tak Panik

Pemerintah mengeluarkan Stimulus Jilid II untuk memberikan sentimen positif ke berbagai sektor termasuk pasar saham.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Mar 2020, 11:50 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengumumkan program Stimulus Fiskal dan Non-Fiskal Jilid II. Stimulus ini memberi kemudahan bagi sektor riil yang kini terkena dampak wabah virus Corona.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, stimulus kedua tersebut secara tak langsung juga akan memberikan pengaruh positif bagi kegiatan di Pasar Modal Indonesia.

"Jadi stimulus pajak yang dikeluarkan ini (dampaknya) tidak langsung ke pasar modal. Tapi diharapkan bisa memberikan kontribusi pada pengusaha, terutama yang terkena, termasuk investor di pasar modal," ujar Wimboh di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Menurut dia, penyebab turunnya indeks di Indeks Harian Saham Gabungan (IHSG) lebih karena adanya sentimen negatif akibat melemahnya pergerakan di pasar modal dunia.

"Jadi kalau penyebab turunnya indeks di pasar modal lebih karena sentimen negatif. Pasar modal di seluruh dunia juga saling berkaitan. Jika satu turun, itu akan melebar ke mana-mana, termasuk Indonesia," tuturnya.

Oleh karenanya, Wimboh melanjutkan, pemerintah mengeluarkan Stimulus Jilid II untuk memberikan sentimen positif ke berbagai sektor termasuk pasar saham. Namun begitu, ia menyatakan bahwa pemerintah dan pelaku usaha tak bisa sama sekali mengelak dari efek virus Corona.

"Kita hanya bisa beri ruang dan nafas yang panjang bagi pengusaha sambil menunggu virus Corona ini cepat selesai. Bukan hanya Indonesia, seluruh dunia harus memulai. Karena seluruh bisnis sekarang saling berkaitan," sambungnya.

Dia pun lantas mengimbau kepada para pelaku usaha untuk tidak panik dalam menyikapi dampak virus Corona ini. Pemerintah pun dikabarka siap untuk melahirkan kebijakan lain jika wabah ini terus memanjang.

"Kami himbau pada pengusaha, terutama yang punya portofolio di pasar modal tak perlu panik. Kami lakukan usaha agar dampaknya ini minimal. OJK dan bursa ini kalau sampai terjadi penurunan berikutnya kita punya step- step yang sudah dipersiapkan," imbuhnya.


Pemerintah Bayari Pajak Pekerja yang Bergaji hingga Rp 200 Juta per Tahun

Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja gabungan bersama BPJS dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peran pemda dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani indrawati, mengungkapkan bahwa pemerintah memutuskan untuk menanggung pajak penghasilan pekerja atau PPh Pasal 21 selama 6 bulan. Aturan ini khusus diberikan untuk para pekerja manufaktur.

Sri Mulyani menjelaskan, skema yang diberikan adalah pemerintah akan menanggung 100 persen atas pajak penghasilan untuk pekerja manufaktur yang memiliki pendapatan hingga Rp 200 juta per tahun.

"Pekerja yang mendapat pembebasan pajak ini untuk pekerja di sektor manufaktur baik yang bekerja di kawasan industri maupun non-kawasan industri," jelas dia di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Menurut Sri Mulyani, relaksasi pembayaran pajak ini akan diberikan selama enam bulan. Dimulai sejak April 2020 hingga September 2020.

Dengan adanya aturan ini, nilai relaksasi yang diberikan oleh pemerintah diperkirakan mencapai Rp 8,6 triliun. "Estimasi ini berdasarkan kinerja perusahaan tahun 2019," kata dia.

Dengan adanya relaksasi ini diperkirakan akan menambah daya beli masyarakat. Selain itu, perusahaan manufaktur juga mendapat tambahan tenaga karena tidak perlu menyisihkan dana untuk membayar pajak pekerja.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya