Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mendesain Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Di saat yang sama, Kementerian Keuangan juga tengah menilik ulang APBN 2020 yang banyak mengalami perubahan sebagai dampak dari virus Corona.
"Sesuatu tugas yang tidak mudah, kita menghadapi tantangan terus-menerus," kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, (13/3/2020).
Advertisement
Saat ini Kementerian Keuangan sedang dalam proses awal untuk menjalankan desain awal RAPBN 2021. Meski begitu, di waktu yang bersamaan tetap harus memantau kondisi keuangan 2020. Sebab saat ini sedang menghadapi gejolak yang tidak biasa.
Sri Mulyani mengatakan, sudah banyak tulisan yang mengatakan bahwa Virus Corona merupakan a challenge in life time. Ini merupakan tantangan yang tidak setiap seumur hidup manusia bisa memiliki kesempatan menghadapinya. Kondisi pandemik terakhir secara global terjadi tahun 1918.
"Sekarang kita dihadapi magnitude pandemic yang sama," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani melanjutkan, hal itu dalam konteks mobilitas manusia sekarang sangat tinggi. Sehingga kecepatan menjalarnya menjadi sangat sangat jauh lebih cepat dan kompleks.
Untuk itu dia meminta semua pihak bekerja keras untuk menyiapkan berbagai langkah-langkah kebijakan untuk meminimalkan dampak. Sebab setelah kebijakan dikeluarkan, Kementerian Keuangan tetap harus merespon pergerakan untuk melihat efektibitas kebijakan.
"Saya mengharapkan jajaran kementerian keuangan menghadapi tantangan ini, dengan profesional dan seluruh kemampuan berpikir dan inovasi untuk bisa mengkontribusikan solusi yang efektif semaksimal mungkin," harap Sri Mulyani.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Tarik Pajak Pekerja Manufaktur, Sri Mulyani Kehilangan Pendapatan Rp 8,6 T
Sebelumnya, Pemerintah meluncurkan kebijakan stimulus kedua sebagai upaya menangkal dampak penyebaran virus Corona. Salah satunya adalah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan khusus pekerja di sektor manufaktur selama satu semester atau enam bulan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menanggung Rp 8,6 triliun PPh 21 karyawan manufaktur yang tidak dibayarkan selama 6 bulan ke depan. Jumlah tersebut untuk pajak gaji April hingga September.
"Relaksasi kami berikan selama ini 6 bulan dan dimulai April sampai September. Nilai relaksasi yang ditanggung Rp 8,6 triliun," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Pajak yang tidak dipungut tersebut diharapkan bisa mendongkrak daya beli masyarakat terutama pekerja yang bekerja di sektor manufaktur.
"Kita berharap dengan Rp 8,6 triliun akan menambah daya beli karyawan atau perusahaan yang mendapat tekanan casflow menurun, tanpa harus menambahkan pajak didalam komponen gajinya," paparnya.
Adapun pajak ditanggung tersebut berlaku bagi karyawan yang memiliki penghasilan hingga Rp 200 juta per tahun. "Bentuk pajaknya ditanggung pemerintah 100 persen atas penghasilan pekerja yang memiliki income sampai 200 juta per tahun," tandasnya.
Advertisement