Liputan6.com, Jakarta - Selebgram Sarah Gibson mengaku tidak menerima imbalan uang saat menjadi endorse produk paket wisata terkait kasus pembobolan kartu kredit atau carding. Ia menyampaikan hal itu di Polda Jawa Timur.
Pada Jumat pekan ini, ia memenuhi panggilan Polda Jawa Timur untuk diperiksa sebagai saksi kasus pembobolan kartu kredit atau carding. Ia didampingi kuasa hukumnya tiba di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur pada pukul 13.41 WIB.
"Hari ini saya datang memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa menjadi saksi. Sudah begitu saja, kami belum masuk,” ujar dia, seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/3/2020).
Baca Juga
Advertisement
Sarah mengaku tak menerima imbalan uang saat menjadi endorse produk paket wisata di instagram @tiketkekinian yang diduga memanfaatkan jasa pelaku carding.
"Kalau imbalan tidak ada, saya tidak menerima uang sama sekali dari travel tersebut. Sekali lagi saya tidak menerima uang sepeserpun,” tutur dia.
Namun, ia mengakui jika dari endorse itu dia menerima imbalan yakni menginap di sebuah hotel di Australia pada 2019.
"Saya hanya menerima voucher hotel saja pada 2019. Hotel di Australia sekali yang nilainya 200 Dolar Australia. Tapi saya tidak menerima akomodasi," tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kasus Pembobolan Kartu Kredit
Kasus ini bermula saat kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) meringkus empat tersangka kejahatan illegal access, pembobolan kartu kredit atau carding. Kasus ini melibatkan sejumlah selebritis dan selebgram. Empat tersangka yang diamankan tersebut antara lain berinisial SC, MFD, MDR, dan MK.
Tiga tersangka pertama adalah pengelola tiket agen perjalanan, yang menawarkan jasanya di Instagram @tiketkekinian. Sedangkan Meliana Kurniawan juga tersangka dalam akun lain, yang serupa.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP, dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara, dan denda Rp 5 Miliar.
Advertisement