Kemenhub Bakal Tindak Tegas Truk Obesitas yang Masih Berkeliaran

Mulai 1 Mei 2020, para pelanggaran truk obesitas dapat ditindak tegas.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 13 Mar 2020, 20:17 WIB
Empat truk ODOL yang disita petugas BPTP Riau Kepri diparkirkan di Terminal AKAP Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 77 persen truk yang menyeberang dari Pelabuhan Merak, Banten merupakan kendaraan obesitas atau Over Dimention Over Load (ODOL).

Direktur Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan Kemehub, Chandra Irawan mengatakan kurangnya sosialisasi dan jumlah personil pengawasan di lapangan menjadi kendala aturan mengenai kendaraan obesitas belum efektif.

"Hingga 6 Maret, ada 397 truk yang melakukan penyeberangan dan yang ODOL sebanyak 283 unit, sehingga persentasenya 77 persen," jabarnya saat temu media di Jakarat, Jumat (13/03/2020).

Sementara itu, hal serupa juga ditemukan pada rute penyeberangan Ketapang menuju Gilimanuk, Bali. Namun, jumlah pelanggar tidak sebanyak di Pelabuhan Merak.

"Di Pelabuhan Ketapang 205 unit truk dan yang odol 50 unit sehingga persentasenya 24 persen," sebut Chandra.

Untuk itu, Chandra berjanji berjanji mulai 1 Mei mendatang para pelanggara dapat ditindak tegas. Sebab, diketahui sebelumnya, beroperasinya kendaraan obesitas dinilai sangat merugikan operator jalan tol dan meningkatkan risiko kecelakaan, serta inefisiensi akibat kondisi jalan rusak yang ditimbulkan.

Kerusakan jalan akibat odol juga memicu peningkatan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional, jalan tol, dan jalan provinsi dengan rata-rata Rp 43,45 triliun per tahun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Larangan Truk Obesitas Bisa Bangkitkan Angkutan Kereta dan Laut

Ilustrasi (Istimewa)

Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno, meminta kepada pemerintah untuk menindak tegas angkutan barang yang kelebihan muatan atau truk obesitas. Selain itu, pemerintah harus memberikan angkutan barang alternatif selain menggunakan truk. 

Djoko menjelaskan, penanganan angkutan barang yang over dimension over load (ODOL) atau biasa disebut dengan truk obesitas komprehensif menyentuh kepentingan individual pelaku, organisasi serta sistem.

Ketegasan tindakan hukum menyangkut truk ODOL ini membutuhkan penyesuaian dari pihak pemerintah maupun asosiasi pengangkut.

"Ketegasan penanganan akan menurunkan risiko, namun pelaksanaannya dianggap sulit dilihat dari fakta tentang lambatnya asosiasi industri angkutan beradaptasi, pengabaian kelaikan, dan ketidaktaatan pelaku usaha," kata Djoko kepada Liputan6.com, Rabu (11/3/2020). Akibatnya, banyak terjadi kecelakaan karena truk obesitas.

Ia pun menyarankan beberapa strategi yang bisa dilakukan, yakni pertama, melakukan segmentasi atau memilah penanganan yang berdampak besar. Baik pemilahan sasaran jenis truk obesitas, maupun tipe komoditas.

Kedua, melakukan operasi rutin namun bersifat random untuk industri pelaku ODOL dengan tidak hanya mengandalkan jembatan timbang. Perlu juga adanya peralatan portable dengan lokasi di titik atau ruas dari asal komoditas yang diangkut, sehingga tidak sempat sampai di jalan.

Tindakan terhadap pelaku pelanggaran hendaknya tidak hanya pada pengangkut, tetapi yang terlibat pada mata rantai pelanggaran. "Operasi ini harus didukung dengan sistem dan aplikasi digital untuk kemudahan pencatatan dan kendali tindakan," ungkapnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya