Liputan6.com, Jakarta - Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan kasus positif Virus Corona COVID-19 terbanyak di luar China. Namun, kasus COVID-19 di Korea Selatan kini terus menurun.
Hingga Minggu (15/3/2020), jumah kasus COVID-19 di Korea Selatan mencapai 8.086 dengan 72 kematian. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), dalam dua pekan sebelumnya, rata-rata jumlah kasus tercatat 500 lebih setiap hari.
Advertisement
Namun, sejak Jumat lalu, angka ini turun menjadi 438, kemudian 367 pada Sabtu, dan 248 pada Minggu. Angka kasus harian yang terkonfirmasi dilaporkan hari berikutnya.
Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, mengakui negaranya mengalami tren penurunan infeksi baru COVID-19. Namun, ia mengingatkan agar jangan puas dulu.
"Total jumlah kasus baru terkonfirmasi mengalami penurunan, tapi ada perhatian terhadap sejumlah kasus infeksi massal," kata Deputi Direktur CDC, Kwon Jun-wook.
Karena di antara beberapa kasus baru, lebih dari 60 orang terinfeksi saat bekerja berdekatan satu sama lain di pusat panggilan perusahaan asuransi.
Penurunan tajam ini disebabkan faktor beragam, termasuk tes massal, peningkatan komunikasi publik dan penggunaan teknologi. Tes ekstensif jemaat Gereja Yesus Shincheonji yang dikaitkan dengan lebih dari 60 persen kasus Virus Corona COVID-19 di negara itu juga telah rampung.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Partisipasi Publik dan Teknologi Canggih
Pejabat Korea Selatan berbagi pengalaman mereka dalam melawan wabah dengan mengatakan, isolasi kota sebagaimana diterapkan China di Wuhan, sulit dilaksanakan dalam sebuah masyarakat terbuka.
China juga memberlakukan jarak sosial yang ketat, pemantauan warga secara meluas, dan memastikan kepatuhan mereka pada tindakan pencegahan dengan memberlakukan hukuman dan penghargaan, yang mengakibatkan penurunan signifikan dalam jumlah kasus baru.
"Tanpa melanggar prinsip masyarakat yang transparan dan terbuka, kami merekomendasikan sistem respons yang memadukan partisipasi publik sukarela dengan aplikasi kreatif teknologi canggih," kata Wakil Menteri Kesehatan Korea Selatan, Kim Gang-lip, dikutip dari South China Morning Post.
Kebijakan konvensional dan memaksa seperti isolasi wilayah yang terinfeksi memiliki sejumlah halangan. Kim mengatakan, kebijakan seperti itu dapat merusak semangat demokrasi dan meminggirkan masyarakat yang seharusnya secara aktif ikut berpartisipasi dalam upaya pencegahan.
"Partisipasi publik harus disertai melalui keterbukaan dan transparansi," ujarnya.
Advertisement
Proaktif dan Transparan Beri Informasi
Korea Selatan proaktif memberikan informasi yang dibutuhkan warganya agar tetap aman, termasuk pengarahan media dua kali sehari dan peringatan darurat yang dikirimkan melalui telepon seluler kepada mereka yang tinggal atau bekerja di distrik tempat kasus baru telah dikonfirmasi.
Rincian mengenai riwayat perjalanan pasien terkonfirmasi juga tersedia di situs web kota secara transparan, terkadang ada yang disertai informasi tempat tinggal atau nama pasien, yang dapat membuat mereka dapat diidentifikasi secara individual, yang mengarah ke masalah privasi.
Pentingnya meningkatkan higienitas juga ditekankan. Warga jarang keluar rumah tanpa menggunakan masker, karena banyak bangunan yang memasang tanda "Tanpa Masker Dilarang Masuk". Pekerja restoran dan supermarket menggunakan masker saat melayani konsumen.
Tes COVID-19 Secara Drive-Thru
Pemerintah juga menyediakan 50 stasiun pengujian virus Corona dengan konsep drive-thru di seluruh Korea Selatan, di mana hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk mengikuti prosedur pengujian. Hasil tes akan tersedia dalam waktu beberapa jam.
Tes Virus Corona COVID-19 di banyak negara cukup mahal, tapi di Korea Selatan, semua tes digratiskan. Negara ini juga mampu memproses lebih dari 15.000 tes diagnostik dalam sehari, dan angka keseluruhan tes mencapai hampir 200.000.
Tes ini memudahkan negara itu untuk mengidentifikasi pasien sejak awal dan meminimalisasi dampak berbahaya, kata pakar kesehatan. Namun, ini juga yang membuat Korea Selatan menjadi negara kedua dengan angka terbesar kasus infeksi di dunia setelah China, walaupun telah disalip Italia pekan ini.
Advertisement
Buat Aplikasi Diagnosa Virus Corona
Korea Selatan juga mengeluarkan prosedur imigrasi khusus untuk memantau kedatangan dalam dua pekan tanpa memberlakukan larangan masuknya pelancong dari luar.
Mereka yang datang dari China, termasuk Hong Kong dan Makau, tidak termasuk Taiwan, menjalani pengecekan suhu tubuh, sementara informasi kontak domestiknya diverifikasi dan mereka wajib mengisi pernyataan kesehatan.
Mereka juga diminta mengunduh aplikasi diagnosa-diri di ponsel mereka dan ditangani secara intensif jika menunjukkan gejala.
Korea Selatan juga menggunakan teknologi IT mutakhir dan kamera pengawas di mana-mana untuk melacak sumber infeksi, mengidentifikasi pergerakan kasus yang dikonfirmasi berdasarkan transaksi kartu kredit, dan pelacakan ponsel, dan mengungkapkan informasi ini untuk membantu melacak siapa saja yang mungkin memiliki kontak dengan mereka.
Mereka yang berisiko ditempatkan dalam isolasi diri dan ditangani secara menyeluruh berdasarkan individu oleh otoritas kesehatan.
Untuk mengatasi kekurangan tempat tidur di rumah sakit, negara ini telah mengubah banyak pusat pelatihan kerja dan fasilitas publik lainnya menjadi pusat perawatan di mana pasien yang menunjukkan gejala ringan Virus Corona COVID-19 ditempatkan untuk menjalani karantina.
Belajar dari Pengalaman
Profesor Kim Woo-joo dari Fakultas Kedokteran Universitas Korea mengatakan negara ini telah berpengalaman dengan krisis kesehatan darurat, seperti pandemi flu H1N1 pada 2009 dimana ada 750.000 kasus dan 180 kematian, dan wabah MERS pada 2015 yang menginfeksi 186 orang dan 39 kematian.
"Korea Selatan mendapat pelajaran berharga dari wabah-wabah ini," ujarnya.
"Kesadaran publik untuk pentingnya higienitas individu seperti mencuci tangan dan menggunakan masker juga meningkat pesat, berkat pengalaman mereka atas wabah-wabah di masa lalu."
Negara itu juga melatih petugas medis untuk melawan wabah pandemi, khususnya tes infeksi, penelusuran dan isolasi kontak.
"Tak banyak negara di dunia seperti Korea Selatan yang punya pemikiran dan fasilitas produk yang diperlukan untuk melawan wabah virus," kata profesor kesehatan masyarakat Universitas Nasional Seoul, Hwang Seung-sik.
Terlepas dari fasilitas ini, Kim mengatakan akan sulit bagi masyarakat terbuka seperti Korea Selatan untuk memberlakukan isolasi kota seperti di China.
Hong Ik-pyo terpaksa mengundurkan diri sebagai kepala juru bicara Partai Demokrat yang berkuasa setelah mendapat kecaman atas pernyataannya bahwa Kota Daegu, pusat wabah baru-baru ini, harus diisolasi.
Pernyataan itu datang pada waktu yang sensitif secara politik, dengan pemilihan parlemen akan diadakan pada 15 April.
Reporter: Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.com
Advertisement