IHSG Dibuka Terjun Bebas ke 4.753,58

IHSG berada di posisi tertinggi pada level 4.904,53 dan terendah 4.726,25.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Mar 2020, 09:10 WIB
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh pada perdagangan awal pekan ini. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.760.

Pada pembukaan perdagangan Senin (16/3/2020) pukul 09.00, IHSG langsung terjun bebas dengan turun 136,1 poin atau 2,87 persen ke posisi 4.753,58.

Adapun indeks saham LQ45 turun 4,96 persen ke posisi 737,75. Seluruh indeks saham acuan berada di zona merah.

Di awal perdagangan ini, IHSG berada di posisi tertinggi pada level 4.904,53 dan terendah 4.726,25. Sebanyak 170 saham melemah, kemudian 25 saham menguat dan 63 saham diam di tempat.

Total frekuensi perdagangan saham 17.377 kali dengan volume perdagangan 319,2 juta saham. Nilai transaksi harian saham Rp 290,2 miliar.

Investor asing beli bersih saham Rp 29,8 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.760.

Dari 10 sektor pembentuk IHSG, seluruhnya berada di zona merah. pelemahan dipimpin sektor infrastruktur yang turun 5,12 persen. Disusul sektor industri dasar yang terjun 4,9 persen dan sektor manufaktur melemah 4,18 persen.

Saham-saham yang melemah dan mendorong IHSG terjun diantaranya MNCN yang turun 7 persen ke Rp 930 per lembar saham, SSIA melemah 6,99 persen ke Rp 426 per lembar saham dan APLN turun 7 persen ke Rp 93 per lembar saham.

Saham yang menguat antara lain OCAP naik 34,53 persen ke Rp 187 per saham, AMAN naik 34,46 persen ke Rp 199 per saham dan CARE naik 17,99 persen ke Rp 164 per saham.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


IHSG Terus Bergejolak, Waktunya Beli atau Jual Saham?

Pekerja tengah melintas di dekat papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (29/12/2017), IHSG menguat 41,60 poin atau 0,66 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun lebih dari 10 persen pada perdagangan pekan lalu. Sedangkan sepanjang tahun ini atau jika dihitung sejak awal tahun (YTD), IHSG sudah turun 22,28 persen

Di satu sisi, anjloknya pasar saham dapat dilihat sebagai peluang bagi investor untuk masuk dan berinvestasi. Di lain pihak, kita pun harus terus mencermatinya dengan hati-hati, apakah saat itu adalah saat yang paling tepat untuk berinvestasi?

Lalu apa yang sebaiknya harus dilakukan oleh investor. Mari simak penjelasan Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja: 

Jangan mudah terpengaruh kondisi pasar

Pelemahan pada bursa-bursa saham di Asia yang dibebani oleh ketidakpastian wabah novel coronavirus (Covid-19), dan kejatuhan harga minyak dunia setelah OPEC gagal mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pemotongan produksi, turut berpengaruh ke kondisi pasar modal Indonesia sepanjang pekan ini.

Anjloknya IHSG yang diikuti dengan volatilitas tinggi membuat investor cenderung menahan diri untuk masuk ke pasar saham. Pasar saham memang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi atau pasar uang.

Kadang, pasar saham berada dalam tren penguatan (bullish), kadang dalam tren pelemahan (bearish), atau terkadang berada dalam pola mendatar (sideways).

Untuk itulah pasar saham hanya cocok bagi investor yang memiliki profil risiko agresif dan memiliki horizon jangka panjang, dalam arti dana yang diinvestasikan tidak untuk digunakan dalam waktu dekat.

Saat IHSG mengalami penurunan, akan muncul berita-berita pesimis yang mudah ditemui di berbagai media baik tertulis, daring (online), maupun berita-berita yang belum jelas kesahihannya yang menyebar lewat media sosial sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi investor awam.

Sebaliknya, ketika IHSG menguat kita pun dengan mudah pula akan menemukan berita dan analisa yang berlebihan memprediksi seberapa menguat IHSG akan berlanjut. Kedua kondisi di atas – terlalu optimis atau terlalu pesimis - dapat menimbulkan kekhawatiran irasional ataupun eforia berlebihan bagi investor awam, terutama yang terbiasa dengan filosofi investasi “ikut saja apa yang orang lain lakukan”.

Terlihat bahwa faktor lingkungan ini juga berperan signifikan dalam membentuk bias psikologi, kebiasaan investasi, atau persepsi dari seorang investor.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya