Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street anjlok tajam pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Indeks acuan Dow Jones Industrial Average (DJIA) menderita kejatuhan terburuk sejak “Black Monday” pada 1987.
Kejatuhan tersebut tetap terjadi meskipun Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) berjanji untuk memberikan stimulus moneter besar-besaran untuk menahan laju kejatuhan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Advertisement
Mengutip CNBC, Selasa (17/3/2020), Dow Jones Industrial Average ditutup 2.997,10 poin lebih rendah, atau turun 12,9 persen ke level 20.188,52. Indeks S&P 500 turun 12 persen menjadi 2.386,13, mencapai level terendah sejak Desember 2018.
Sementara Nasdaq Composite ditutup 12,3 persen lebih rendah ke level 6.904,59 dan merupakan perdagangan terburuk yang pernah ada.
"Pasar tidak bisa beristirahat dari kecemasan bahkan setelah tindakan bersejarah Fed kemarin. Pengaruh virus Corona masih mendominasi berita utama dunia," Frank Cappelleri, direktur eksekutif di Instinet.
“Kami tidak dapat memperdebatkan fakta, dan kami berurusan dengan masalah yang jauh lebih besar dari sekedar ekonomi,” tambah Cappelleri.
Rata-rata kejatuhan indeks acuan utama di Wall Street tersebut terjadi usai Presiden AS Donald Trump mengatakan wabah terburuk bisa bertahan hingga Agustus. Dia juga mengatakan kepada wartawan bahwa AS mungkin menuju resesi.
Kehancuran Pertama Sejak "Black Monday"
Kerugian hari Senin membuat Dow Jones turun 31,7 persen dari rekor tertinggi sepanjang masa dan S&P 500 dan Nasdaq lebih dari 29 persen di bawah rekor mereka bulan lalu. Dow jatuh ke titik terendah sejak 2017.
Penurunan Dow Jones adalah penurunan terburuk sejak kehancuran "Black Monday" tiga dekade lalu ketika jatuh lebih dari 22 persen. Penurunan melampaui 9,99 persen pada Kamis lalu. Itu juga hari terburuk ketiga bagi Dow jones, turun lebih dari 13 persen pada akhir 1929.
Advertisement