Liputan6.com, Jakarta Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS), yang sempat menembus ke level 15.000 per Dolar Amerika Serikat (AS) imbas dari penurunan suku bunga The Fed.
“Faktor diturunkannya bunga The Fed menambah market panic, karena Fed menurunkan bunga secara signifikan hanya disaat kondisi ekonomi genting,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, kepada Liputan6.com, Selasa (17/3/2020).
Baca Juga
Advertisement
Kondisi ini dikatakan sempat terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 2008-2009. Selain itu, Bank Sentral AS alias The Fed juga melakukan quantitative easing, yakni salah satu kebijakan moneter guna meningkatkan jumlah uang beredar. Kebijakan ini ikut mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap ekonomi global.
Wacana lockdown terkait antisipasi Virus Corona dan pembatasan akses juga berdampak pada memburuknya perekonomian indonesia. Kondisi surplus perdagangan dinilai semu. Impor bahan baku per Februari turun cukup tajam, dibandingkan bulan Januari.
“Biasanya 3-5 bulan setelah impor bahan baku turun, produksi manufaktur ikut turun. Investor asing secara persisten lakukan aksi jual di bursa saham. Dalam sepekan terakhir nett sell di bursa menembus Rp780 miliar,” jelas dia.
Menurut dia, Indeks Dolar sepekan menguat 1.72 persen menjadi 98. Hal ini menunjukkan Dolar dianggap sebagai safe haven ketika kinerja ekonomi global dibayangi resesi.
Dengan kondisi yang ada, dia memprediksi rupiah bisa melemah lebih besar lagi ke depan. “Perkiraan rupiah dua pekan ke depan Rp 15.500- Rp 15.700,” ujarnya.
Saat ditanya, sampai level berapakah rupiah akan melemah, Bhima mengaku belum bisa memastikan karena kondisi terus memburuk.
Rupiah Terus Melemah Capai 15.057 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada pertengahan hari ini. Pada pukul 13.19 WIB, rupiah tembus 15.057 per dolar AS. Penyebaran virus corona masih menjadi sentimen paling tinggi dalam pelemahan rupiah ini.
Mengutip Bloomberg, Selasa (17/3/2020), rupiah dibuka di angka 14.940 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.932 per dolar AS. Menjelang sore ini, rupiah terus tertekan hingga ke 15.057 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.940 per dolar AS hingga 15.057 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah tertekan 8,59 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.083 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.818 per dolar AS.
Menurut Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra, melihat bahwa sentimen terhadap rupiah masih belum membaik, hal itu disebabkan asset-aset berisiko masih tertekan, ditambah Kekhawatiran pasar terhadap penyebaran wabah corona masih tinggi.
“Semalam walstreet jatuh dalam lebih dari 12 persen. Tapi Pagi ini indeks Nikkei bergerak positif, S&P Futures juga demikian. Mungkin berita persiapan stimulus dari pemerintah AS membantu mengangkat sentimen sebagian pelaku pasar,” kata Ariston kepada Liputan6.com, Selasa (17/3/2020).
Selain itu, menurutnya saat ini pemerintah AS masih bernegosiasi dengan Senat untuk menggelontorkan paket stimulus yang lebih besar. Begitupun dengan pemerintah Selandia Baru, yang juga merilis stimulus NZD 12,1 miliar pagi ini, serta Bank Sentral Australia juga mempersiapkan stimulus moneter lanjutan.
“Rupiah masih berpotensi tertekan karena kekhawatiran penyebaran corona namun sentimen stimulus AS bisa membantu menahan pelemahan rupiah, potensi USD-IDR yakni kisar Rp 14.800- Rp15.100,” ujarnya.
Advertisement