Jurus Pemerintah agar Penerimaan Negara Tak Tekor Akibat Penurunan Harga Gas

Penurunan harga gas industri berpotensi mengurangi penerimaan pemerintah di hulu migas.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2020, 13:00 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/3/2020). Arifin Tasrif akan menggelar rapat koordinasi dengan Pimpinan KPK membahas pengelolaan sampah menjadi tenaga listrik untuk menghindari praktik tindak pidana korupsi. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Mulai 1 April 2020 mendatang, pemerintah memutuskan agar harga gas bumi diturunkan menjadi rata-rata US$ 6/mmbtu di plant gate konsumen. Penurunan harga gas tersebut tidak akan mengurangi besaran penerimaan kontraktor migas.

Rencana penurunan harga gas menjadi USD 6 (per mmbtu) mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016.

"Untuk bisa menyesuaikan harga USD 6 per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara USD 4-4,5 per mmbtu, dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara USD 1,5-2 per mmbtu," ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arfin Tasrif setelah melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo Rabu, 18 Maret 2020, Jakarta, Kamis (19/3).

Penurunan harga gas juga diterapkan untuk sektor kelistrikan. Langkah ini dilakukan dalam rangka menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyrakat dan mendukung pertumbuhan industri. Penurunan harga gas untuk industri termasuk pupuk dan PLN, kata Arifin tidak menambah beban keuangan negara.

Akan terdapat pengurangan penerimaan pemerintah di hulu migas. Sebaliknya pemerintah akan mendapatkan tambahan pendapatan dari pajak dan dan deviden, penghematan subsidi listrik, Pupuk dan kompensasi PLN serta terdapat penghematan karena konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.

"Penerimaan pemerintah bisa berkurang tapi ini bisa dikompensasi dengan pengurangan biaya subsidi dan (pengurangan) biaya kompensasi (PLN)," kata Arifin.

Penurunan pendapatan di sisi transportasi dan distribusi gas akan dikompensasi. Antara lain dengan jaminan pasokan gas, tambahan pasokan gas, dan efisiensi perusahaan. Sehinga investasi yang sudah 10-12 tahun beroperasi memiliki nilai depresiasi yang bisa dipertimbangkan, dan melakukan efisiensi di perusahaan sendiri dengan kontribusi yang signifikan.

"Kami juga mengupayakan agar kebutuhan aliran gas (alokasi gas) untuk bisa memenuhi kapasitas pipanya kita siapkan," sambung Arifin.

Dia mengimbau agar transporter gas bisa membuka akses kepada supplier gas yang lain. Tujannya agar volume gas bisa dioptimalkan lebih banyak lagi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sumber Gas di Indonesia

Selama ini, PKT membeli gas seharga US$ 6 dari perusahaan minyak dan gas lepas pantai guna memasok 5 pabrik produksi pupuk.(Liputan6.com/Abelda Gunawan)

Sebagaimana diketahui bahwa sumber gas Indonesia cukup banyak. Arifin menyebut terdapat sumber gas dari lapangan Sakakemang yang beroperasi tahun 2021. Kemudian tahun 2023, terdapat gas yang selama ini dijual ke luar negeri akan dialokasikan untuk dalam negeri.

Untuk itu dia ingin pemerintah mengembangkan infrastruktur gas. Harus bisa memasang jaringan pipa dari Aceh sampai ke Jawa Timur. Begitu juga Sulawesi maupun di Kalimantan.

Hal ini membutuhkan waktu hingga 2 hingga 3 tahun. Selain pipa, pihaknya juga harus bisa memiliki lagi receiving terminal.

"Sehingga LNG tersebut bisa ditampung di Receiving terminal untuk bisa didistribusikan kepada pemakai," ujar dia.

Penurunan harga gas tersebut, akan mendorong terciptanya multiplier effect dan pertumbuhan ekonomi, termasuk penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu akan meningkatkan daya saing industri untuk eskpor dan substitusi impor.

Tak hanya itu, hal ini bisa menjaga keberlangsungan industri pupuk dalam rangka swasembada dan ketahanan pangan nasional.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya