Konsumsi Temulawak dan Kunyit Bikin Tubuh Rentan Corona COVID-19, Fakta atau Hoaks?

Belakangan beredar pesan di media sosial mengimbau publik untuk sejenak menghindari konsumsi temulawak dan kunyit, lantaran dianggap membuat tubuh rentan infeksi corona COVID-19.

oleh Asnida Riani diperbarui 19 Mar 2020, 14:02 WIB
Ilustrasi kunyit. (dok. iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Jamu, minuman kaya akan kandungan rempah ini tengah dimanfaatkan konsumsinya oleh publik sebagai upaya preventif infeksi corona COVID-19. Namun, sudah beberapa hari sejak beredar informasi di media sosial terkait ajakan menghindari konsumsi jamu temulawak dan kunit.

Imbauan ini menyebutkan bahwa dua bahan tersebut malah menjadikan tubuh rentan terpapar virus yang sudah berstatus pandemi tersebut.

"(Masyarakat) Jadi takut mengonsumsi jamu empon-empon yang mengandung temulawak dan kunyit, maupun suplemen herbal berisi senyawa aktif Curcumin," kata Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dr. Inggrid Tania lewat keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Kamis (19/3/2020).

Karenanya, Inggrid berupaya membeberkan poin-poin penting terkait informasi tersebut. Ia menjelaskan, berbagai penelitian, terutama penelitian in-vitro dan praklinis, di dunia menunjukkan bahwa Curcumin bersifat antiperadangan, antivirus, antibakteri, antijamur, dan antioksidan.

"Salah satu manfaat Curcumin yang terungkap melalui berbagai penelitian dan uji klinis adalah meningkatkan sistem imunitas tubuh atau berperan sebagai imunomodulator," sambungnya.

Penelitian terakhir terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit corona COVID-19 menunjukkan, reseptor virus tersebut adalah enzim bernama ACE2 yang terdapat pada sel inang, yakni sel manusia, terutama sel alveolus dalam paru.

Namun, pintu masuk virus SARS-CoV-2 tak hanya bergantung pada ikatan protein spike virus dengan reseptor pada sel inang (ACE2), tapi juga priming protein spike oleh protease sel inang.

Secara fungsional, ada dua bentuk ACE2, yakni fixed, menempel pada permukaan sel, dan soluble, bentuk bebas dalam darah. ACE2 bentuk soluble diproyeksikan jadi salah satu kandidat antivirus SARS-CoV-2 melalui mekanisme interseptor kompetitif yang mencegah ikatan antara partikel virus dengan ACE2 pada permukaan sel inang.

Penelitian bio-informatika yang dipublikasikan Maret 2020 dan kepustakaan terbaru telah menyebut bahwa Curcumin merupakan salah satu kandidat antivirus SARS-CoV-2.

"Maka diharapkan Curcumin (kandungan di temulawak dan kunyit) mampu meningkatkan ekspresi ACE2 bentuk soluble yang dapat menghambat terjadinya ikatan antara protein virus dengan ACE2 bentuk fixed pada permukaan sel inang," paparnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut:


Kesimpulan Terlalu Dini

Ilustrasi temulawak (dok. pixabay)

Inggrid menambahkan, adapun kepustakaan jurnal acuan pesan yang beredar di berbagai media sosial dengan Xue-Fen Pang sebagai Peneliti Utama, berisi penelitian yang sebatas menyimpulkan Curcumin meningkatkan ekspresi ACE2 pada sel miokardium hewan tikus.

"Sebagai catatan khusus, Peneliti Utama tersebut pernah memiliki riwayat retracted article atau ditariknya publikasi artikel dari jurnal atas dasar diragukan integritas dari hasil penelitian," katanya.

Berdasarkan penelitian yang sudah dijabarkan di atas, ia mengatakan, penarikan kesimpulan kandungan tersebut pada tubuh manusia terlalu dini.

"Sehingga, larangan konsumsi jamu temulawak dan kunyit, serta suplemen Curcumin dengan alasan menimbulkan kerentanan terhadap COVID-19 merupakan larangan tidak rasional karena belum ada satu pun penelitian yang mengkonfirmasi dampak buruk temulawak, kunyit, maupun Curcumin terhadap COVID-19," imbuhnya.

dr. Inggrid mengatakan, jamu yang mengandung temulawak dan kunyit sendiri sudah dikonsumsi masyarakat Indonesia selama berabad-abad dan terbukti aman, serta bermanfaat terhadap kesehatan.

"Di antaranya memelihara kesehatan, kebugaran atau vitalitas, bahkan menjaga kesehatan liver dan pencernaan," paparnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya