Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menyatakan, sepanjang pembelajaran dari rumah bagi siswa sekolah, ada 51 pengaduan yang masuk dan mengeluhkan beratnya tugas yang diberikan guru. Aduannya, banyak tugas yang mesti dikerjakan dengan tenggat waktu yang sempit.
"KPAI sudah menerima 51 pengaduan sejumlah siswa dari berbagai daerah yang mengeluhkan beratnya penugasan dari para guru yang harus dikerjakan dengan deadline yang sempit, padahal banyak tugas yang harus dikerjakan segera juga dari guru mata pelajaran yang lain. 'Kami kelelahan dan tertekan,' demikian isi keluhan anak-anak pengadu," kata Retno Listyarti selaku Komisioner KPAI Bidang Pendidikan melalui keterangan persnya, Kamis (19/3/2020).
Advertisement
Oleh karena itu, Retno mengatakan pihaknya mendorong para pemangku kepentingan di pendidikan membangun rambu-rambu untuk para guru sehingga proses belajar dari rumah ini bisa berjalan dengan menyenangkan dan bermakna buat semua.
Dan, lanjut dia, bukan malah jadi beban yang justru tidak berpihak pada anak, bahkan bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya.
"Hal ini harus diwaspadai karena bisa menurunkan imun anak-anak. Selama para siswa dirumah, jangan terlalu bebani dengan tumpukan tugas yang sangat banyak. Hal demikian hanya membuat mereka cemas dan terbebani, yang berpengaruh pada melemahnya sistem imun (kekebalan tubuh), yang bedampak pada mudahnya serangan virus," tegasnya.
Retno pun meminta agar menjadikan proses pembelajaran daring sebagai sarana untuk saling memotivasi, menumbuhakan rasa ingin tahu anak, mempererat hubungan dan saling membahagiakan. Menurut Retno, ketika kondisi bahagia, maka sistem imun akan menguat.
"Dalam kondisi seperti ini, kompetensi akademik bukan merupakan prioritas tapi yang jadi prioritas adalah kompetensi survive (bertahan hidup) dan saling mengingatkan untuk hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar," paparnya.
Retno juga mengharapkan bahwa proses Home Learning dan Online Learning dapat membuat siswa dan guru masih tetap berinteraksi layaknya di kelas namun secara virtual. Atau adanya interaksi seperti hari-hari biasa normal.
Bedanya, lanjut Retno interaksinya sekarang ini secara virtual. "Itu saja. Bukan sekedar memberi tugas-tugas online. Bukan itu yang diharapkan siswa dan orang tua," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tugas tidak selalu dalam bentuk soal
Para guru pun, menurut Retno harus keluar dari kebiasaan bahwa tugas ke siswa sama dengan memberi soal. Banyak kreativitas lain yang justru menimbulkan semangat dan mengasah rasa ingin tahu anak-anak.
Ia menyarankan para guru untuk memberikan tugas tidak melulu dalam bentuk soal, namun bisa penugasan yang menyenangkan, misalnya membaca novel tertentu atau buku cerita apa saja selama 3 hari.
"Kemudian menuliskan resumenya. Atau penugasan parktik berupa percobaan membuat hand sanitizer dengan guru terlebih dahulu memberikan cara dan bahan-bahan yang dibutuhkan, lalu proses dan hasilnya di foto," kata Retno.
"Bisa juga anak-anak SD diminta untuk mengurus satu tanaman dan menceritakan nama tanamannya, bentuk dan warna daun, spesiesnya, dll (bisa di cari di goole), penugasan tsb dapat mengasah rasa ingin tahu anak-anak untuk memcari jawabannya. Guru harus kreatif dalam memberikan penugasan," pintanya.
Retno pun mengimbau kepada para Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah agar tidak perlu menuntut setiap hari para guru wajib melaporkan proses pembelajarannya dan hasil dari bekerja dari rumah, karena para guru jadi menekan para siswanya juga untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
"Atasan para guru dan para birokrat pendidikan harus memberikan kepercayaan kepada para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran kepada para siswa dan laporan proses tersebut diserahkan pada saat masuk kembali di hari ke-15 nanti," harapnya.
"Kalau guru tidak ditekan maka sang guru juga tidak akan menekan muridnya juga. Guru dan murid harus tetap dijaga agar terus bahagia dan sehat," ia menambahkan.
Advertisement