Liputan6.com, Blora - Para anggota DPRD Blora, Jawa Tengah, akhirnya pulang dari kunjungan kerja di kota Lombok, Nusa Tenggara Barat pada Kamis malam (19/3/2020). Kedatangan mereka disambut oleh tim medis dari Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Blora di Terminal Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, untuk dicek kesehatannya.
Saat hendak dicek kesehatannya, sebagian besar anggota DPRD menolak pemeriksaan tersebut. Bahkan, adu mulut pun tidak terhindarkan antara anggota DPRD Blora dengan petugas medis.
Advertisement
"Kalau dianggap masyarakat dari luar kota diperiksa, kamu setiap malam harus menghadang bus dari luar kota itu," ucap anggota DPRD Blora, Warsit, ketika menolak diukur suhu tubuh dan disemprot cairan khusus untuk mencegah virus Corona Covid-19.
Marah-marah tidak karuan, Warsit mengaku dirinya adalah pengawas. Dia pun merasa besar dan menyebut jabatannya sebagai wakil rakyat saat ini setingkat bupati.
"Kalau bupati dari Jogja sana sama istrinya, kamu periksa tidak? Kami setingkat bupati. Wakil bupati sama anak istrinya dari Jakarta, mbok periksa kamu periksa tidak?," sebut dia di tengah kerumunan anggota DPRD Blora lainnya, awak media, dengan mempermalukan petugas medis yang hendak berupaya menjalankan tugasnya.
Petugas medis yang dipermalukan itu bernama Edi Sucipto. Dia adalah kepala bidang (Kabid) Pencegahan Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P3PLP) DKK Blora.
Mengetahui respons Warsit yang sontak sewoten (marah-marah), sontak Edi Sucipto pun tampak gemeteran ketika menghadapi salah satu DPRD Blora dari fraksi Hanura tersebut. Ibarat kata, jika tidak menjalankan tugas, dia pun tidak mau berurusan dengan orang yang paling disegani di lingkungan wakil rakyat Blora itu.
"Kita keberatan diperiksa disini. Kita ini DPRD setingkat bupati, bukan anak gembala. Bagaimana ini SOP-nya, harus jelas. Jangan seperti ini," nada tinggi Warsit melanjutkan ucapan.
Di tengah Indonesia sedang siaga darurat virus Corona Covid-19 menyebar luas, diketahui para anggota DPRD Blora tidak ingin terkekang atau dibatasi oleh seruan Presiden RI Jokowi yang mengimbau untuk seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah maupun warga sipil untuk mewaspadai keberadaan virus yang berasal dari Wuhan, China itu.
Warsit mengaku, dirinya bersama para anggota DPRD Blora yang lainnya pergi ke kota Lombok tidak lain adalah menjalankan tugas negara.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Dianggap Tak Jelas
Senada dengan Warsit, Ketua DPRD Blora, Dasum menganggap SOP-nya tidak jelas apabila pihaknya bersama para anggota lainnya yang ikut ke kota yang terkenal akan pariwisata nya itu diperiksa di kabupaten sebelah, yaitu Bojonegoro.
"Ayo pindah ke RSUD (Cepu, Blora) saja. Jangan di sini," tegas Dasum yang juga selaku ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Blora.
Tampak situasi panas dingin tidak terhindarkan. Adanya hal ini, Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto menyarankan kepada Pemkab juga melakukan hal sedemikian (tindakan pencegahan penyebaran virus Corona Covid-19) kepada warga yang lainnya ketika masuk Blora.
"Harusnya tidak hanya kepada kita saja, tetapi juga warga masyarakat yang mungkin bekerja di luar kota kan juga ada, yang jadwalnya pulang dari Jakarta dari Kalimantan atau di wilayah luar negeri yang masuk ke Kabupaten Blora pun, menurut saya juga harusnya diperlakukan sama," kata politisi Golkar itu.
Diketahui Liputan6.com, beberapa anggota DPRD Blora yang melakukan kunjungan ke Lombok dengan ditemani keluarganya. Tampak setelah ngamuk-ngamuk alias sewoten, mereka pun kemudian masuk ke kendaraan untuk pindah ke RSUD Cepu, Kabupaten Blora.
Setelah ditunggu di halaman depan rumah sakit setempat, kendaraan bus pengangkut para wakil rakyat Blora tidak kunjung datang. Artinya, mereka yang belum melalui pemeriksaan malah mangkir untuk diperiksa oleh para petugas medis.
Meskipun begitu, Kabid P3PLP DKK Blora, Edi Sucipto mengungkapkan akan tetap melaksanakan tugasnya untuk memeriksa para wakil rakyat di lain hari dengan mendatangi rumah mereka masing-masing.
Adanya kegiatan kunjungan kerja di kota Lombok, tidak semua anggota dewan ikut. Hal itu disampaikan oleh Iwan Krismiyanto dari DPRD Blora dari Fraksi Demokrat.
Dia beruntung tidak jadi ikut kunjungan kerja ditengah adanya virus Corona Covid-19 menyebar ditanah air. Agenda tersebut pada akhirnya jadi polemik hingga ditentang banyak masyarakat.
"Alasan saya tidak ikut karena Nyonya (istri)," terangnya saat dihubungi Liputan6.com melalui Watshapp.
"Ibumu melarang, menghormati semua pada libur kok mau ikut kunker," Iwan menambahkan.
Warga Blora yang mengatasnamakan dirinya sebagai Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) mengecam keras agenda kunjungan kerja DPRD Blora tersebut.
Advertisement
Habiskan Rp2 Miliar
Koordinator GERAM, Eko Arifianto mengatakan, disaat Pemkab Blora berupaya melakukan pencegahan penularannya dengan menghentikan berbagai kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa, malah justru para DPRD Blora tidak bisa menjadi panutan masyarakat.
Eko menyayangkan sikap para anggota DPRD Blora yang melakukan kunker di tengah wabah virus Corona (Covid-19) yang mengancam.
“Menurut kami, apa yang dilakukan oleh DPRD Blora bukanlah keberanian, namun lebih merupakan sebuah kekonyolan,” ucap Eko kepada Liputan6.com.
Ada hal ini, Eko menggambarkan anggota DPRD Blora yang berkunjung ke lombok diibaratkan mereka berenang tapi terjun ke sungai yang memiliki arus deras.
“Seperti halnya puluhan anggota DPRD Blora kemarin dalam kondisi sehat, lalu berangkat ke NTB yang statusnya sudah ditetapkan siaga darurat bencana Covid-19. Kira-kira, itu berani atau konyol?,” ungkap Eko bertanya-tanya.
Dia menjelaskan, kadang orang salah menafsirkan antara keberanian dengan kekonyolan yang memang beda tipis sekali. Bisa jadi, lanjut Eko, sesuatu yang dianggap keberanian ternyata merupakan sebuah kekonyolan.
“Apakah nafsu berangkat ke daerah dengan status siaga satu virus corona ini dikarenakan besaran anggaran kunjungan kerja pimpinan dan anggota DPRD ke luar daerah sejumlah Rp 2.824.000.000,00 (Dua milyar delapan ratus dua puluh empat juta rupiah)?,” ujarnya.
Eko berharap, untuk memastikan para anggota DPRD Blora dalam keadaan baik-baik saja dan mencegah resiko penularan infeksi corona virus desease (Covid-19) di kabupaten Blora, kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Blora harus segera dan serius melakukan cek kesehatan mereka.
“Pantau mereka dan bila perlu mengkarantina seluruh anggota DPRD Blora, termasuk anak istrinya bila turut berangkat ke Lombok juga,” katanya.
Eko menambahkan, selaku masyarakat Blora juga ingin tahu hasil dari kunker tersebut yang telah menghabiskan banyak anggaran.
Respons Warga
Diberitakan sebelumnya, Senin (16/3/2020) para anggota DPRD Blora nekat melakukan kunjungan kerja ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tentunya, hal ini bikin geram berbagai pihak.
Salah satunya adalah Warga Blora, Seno Margo Utomo. Ia menentang keras kunjungan kerja itu dan meminta agar para anggota DPRD Blora itu dikarantina terlebih dahulu sepulang dari kota yang dianggap telah terpapar virus Corona Covid-19.
"Ini bentuk kebodohan kolektif yang membahayakan warga Blora. Pulang kunker mereka (DPRD) harus di karantina dulu 14 hari di RS," ucap Seno kepada Liputan6.com, Senin (16/3/2020).
Seno menyampaikan, tentunya apabila para DPRD Blora tidak dikarantina terlebih dahulu, akan membahayakan 700 ribu warga Blora.
Menurutnya, keputusan DPRD Blora saat ini mencari masalah dan ingin ditentang berbagai pihak karena tidak menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
"Ini mereka cari masalah, apa nggak update berita kalau NTB siaga darurat Covid-19," ucap tenaga ahli (TA) di DPR RI itu.
Seno dulunya merupakan salah satu mantan Anggota DPRD Blora periode 2009-2014. Dia menyatakan siap menjadi garda terdepan menolak kedatangan wakil rakyat ke Blora sebelum di karantina dulu.
Nada geram juga terlontar oleh seorang warga Blora lainnya, Ariyanto, saat dia mengetahui adanya kunjungan kerja DPRD Blora ke Lombok di tengah mewabahnya virus Corona. Penolakan pun terlontar.
"Tidak seharusnya kunker dilakukan DPRD Blora ditengah banyaknya para pejabat menyerukan untuk tidak keluar rumah (karena virus Corona). Apalagi keluar kota hingga ditempat kerumunan. Sungguh miris mendengarnya," ucap Mahasiswa IAIN Kudus, asal Blora itu.
"Saya sendiri kuliah juga diberi kabar diliburkan. Tentunya secara pribadi, saya menolak mereka pulang tanpa dikarantina dulu. Apa nggak tau DPRD Blora, kalau Indonesia lagi darurat?," imbuh Teguh dengan nada jengkel.
Advertisement