Rapid Test Corona Massal Bukan untuk Diagnosis COVID-19, Berikut Gambarannya

Rapid test Corona massal itu baru tahap skrining, bukan mendiagnosis positif Corona atau tidak.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 20 Mar 2020, 16:57 WIB
Juru Bicara Penanganan Percepatan COVID-19 Achmad Yurianto saat konferensi pers melalui Live Streaming terkait perkembangan virus Corona di Gedung Graha BNPB, Jakarta pada Rabu (18/3/2020). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dalam waktu dekat akan menerapkan tes Corona COVID-19 massal dengan metode rapid test. Rapid test menggunakan pengambilan sampel darah. Walaupun begitu, rapid test Corona massal bukan untuk mendiagnosis apakah seseorang positif atau tidak terkena COVID-19.

"Tes Corona massal ini baru tahap skrining saja, bukan untuk deteksi atau diagnosis pasti orang yang bersangkutan positif atau tidak kena COVID-19," kata Juru Bicara Penanganan Percepatan COVID-19 Achmad Yurianto saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat (20/3/2020).

Untuk pelaksanaan, Presiden Joko Widodo menyampaikan, tes Corona massal dengan rapid test sudah bisa dilakukan pada Jumat (20/3/2020) sore ini. Rapid test dilakukan terlebih dahulu ke wilayah yang paling rawan.

"Rapid test memang sudah dilakukan sore hari ini di wilayah yang dulu sudah diketahui ada contact tracking dari pasien positif COVID-19," ujar Jokowi di Istana, Jakarta, Jumat (20/3/2020).

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Sampel - Alat

Rapid test menggunakan sampel darah. (iStockphoto)

Adapun gambaran awal rapid test yang akan diterapkan, sebagai berikut:

Sampel yang Digunakan

Darah yang akan diperiksa lebih lanjut, yakni dilihat dari reaksi imunoglobulin (protein yang disekresikan dari sel plasma yang mengikat antigen sebagai efektor sistem imun). Yang perlu diperhatikan, dalam rapid test yang diperiksa adalah imunoglobulinnya. 

Dibutuhkan reaksi imunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi Corona COVID-19 paling tidak seminggu sebelum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu. Upaya ini juga sudah diterapkan di negara-negara lain, yang terdapat kasus COVID-19.

"Skrining massal dengan metode imunoglobulin atau pengukuran antibodi di dalam sampel darah ini juga dilakukan oleh banyak negara terdampak virus Corona," ujar Yuri saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (19/3/2020).

Tujuan dari skrining massal menggunakan rapid test untuk membantu penanganan potensi penyebaran COVID-19. 

Alat untuk Rapid Test

Alat rapid test juga masih dipersiapkan. "Alatnya berupa kit test, seperti buat tes kehamilan," lanjut Yuri.

 


Sasaran - PCR

Petugas mengukur suhu badan calon penumpang kereta api di Stasiun Malang. Otoritas stasiun juga menerapkan social distancing untuk mencegah penyebaran Covid-19 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Sasaran Rapid Test

Meski disebut-sebut sebagai tes Corona massal, bukan berarti tes ini menyasar masyarakat secara luas per individu. Rapid test ini dilakukan kepada orang-orang yang dicurigai punya gejala COVID-19, berkontak dengan teman atau rekan kerja yang positif atau ada gejala COVID-19.

"Bukan masyarakat umum sesuai nomor KTP gitu. Tapi masyarakat yang sudah positif atau pernah berkontak dengan orang lain yang positif atau ada gejala COVID-19. Misalnya, ada karyawan yang positif COVID-19. Nah, itu jadi teman-teman satu kantor yang berhubungan dengan dia harus diperiksa. Skriningnya ini nanti yang menggunakan rapid test," jelas Yuri.

Lama Waktu Hasil yang Keluar

Hasil rapid test akan keluar secara cepat. "Cepat kok, kurang dari 2 menit hasilnya keluar," Yuri melanjutkan.

Diuji Ulang dengan PCR

Skrining dengan rapid test Corona massal untuk mengetahui secara awal, apakah seseorang mengarah pada gejala COVID-19. Hasil skrining yang positif akan diuji menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) atau real time polymerase chain reaction (RT-PCR).

"Apabila dinyatakan positif, individu yang telah melakukan skrining melalui pendekatan ini (rapid test) akan diuji ulang dengan metode tes polymerase chain reaction (PCR) yang jauh lebih akurat," Yuri menegaskan.

PCR ini menggunakan sampel usapan (swab) lendir dan tenggorokan. Kita mengenalnya dengan metode swab tenggorok. PCR-lah yang akan menjadi acuan diagnosis, seseorang positif atau tidak COVID-19.


Isolasi Diri

Calon penumpang mengenakan masker dan sarung tangan plastik di stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Masyarakat kini lebih waspada dalam menanggapi penyebaran virus corona Corona-19 dengan seiring bertambahnya kasus tersebut di Tanah Air. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Isolasi Diri dan Konsultasi

Isolasi diri dan konsultasi menjadi salah satu upaya dalam pelaksanaan skrining massal. Individu yang teridentifikasi positif dari hasil rapid test, tidak harus dirujuk ke rumah sakit rujukan.

"Tidak semua harus dirujuk ke rumah sakit rujukan. Namun, kondisi individu akan didiagnosis lebih lanjut, apakah memiliki gejala ringan atau tidak. Apabila terdiagnosis gejala ringan, pasien dapat melakukan isolasi diri secara mandiri,” jelas Yuri.  

Selama isolasi diri rumah, orang yang bersangkutan akan dipantau tenaga kesehatan setempat maupun dapat berkonsultasi secara virtual.

"Konsultasi secara virtual ini dengan menggunakan aplikasi online, misalnya, Halodoc dan aplikasi lain, yang mungkin nanti akan dikembangkan lebih lanjut. Kemudian pasien yang menunjukkan gejala sedang hingga berat akan dipindahkan ke rumah sakit rujukan," tegas Yuri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya