Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengambil langkah cepat untuk merespons dampak luas pandemik Covid-19 yang tengah melanda dunia. Dampak dari pandemi ini tak hanya menghantam sisi kesehatan, melainkan juga sektor ekonomi dan moneter.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pihaknya akan menginstruksikan beberapa BUMN untuk menerbitkan obligasi. Badan usaha yang ditunjuk nantinya merupakan badan usaha yang memiliki kinerja cukup bagus.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk moneter sendiri kita akan mengeluarkan obligasi-obligasi supaya membantu devisa atau loan. Di mana obligasi ini dari perusahaan BUMN yang ratingnya bagus seperti Mandiri, BRI jadi bukan semua BUMN," ujarnya di Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Erick mengatakan, upaya lain yang dilakukan adalah dengan melakukan buy back atau pembelian kembali saham-saham. Setidaknya ada 6 BUMN yang didorong untuk melakukan buy back.
"Kita juga sudah dalam program buyback saham di bursa tapi memang saya limit 6 perusahaan dulu BRI, Mandiri, Telkom, Jasa Marga, PTBA. Ini momentum karena harga sama turun kita mesti pas, seperti kalau menerbitkan obligasi mesti pas," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Erick Thohir: Buyback Saham 12 BUMN Dijalankan Secara Bertahap
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan buyback (pembelian kembali) saham 12 BUMN akan dilakukan secara bertahap.
Seperti yang diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini ditutup pada perdagangan BEI pukul 16.15 WIB pada level 4.895,78 atau turun 258,35 poin (5,01 persen).
Saham yang naik sebanyak 39, saham yang turun sebanyak 398 dan stagnan 80 saham dengan nilai transaksi Rp 5,9 triliun dan volume perdagangan 5,3 juta saham.
Dengan kondisi ini, buyback mungkin saja dilakukan untuk memperbaiki kinerja saham.
"Buyback itu kan enggak semua uangnya dihabiskan, bertahap," ujarnya di Jakarta Pusat, Kamis (12/03/2020).
Erick juga menyatakan tidak akan menambah nilai buyback. Sebagaimana diketahui, nilai buyback 12 saham yang dipatok ialah Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun.
Pun, buyback harus dilakukan sesuai dengan kondisi perusahaan. Kalau perusahaan tidak sehat, tentu akan sulit melakukan buyback.
"Ya, konsekuensinya, harus jaga masing-masing kekuatan perusahaan. Kalau perusahaan lagi lemah lalu buyback, ya, malah nggak produksi," ujarnya.
Advertisement