Rupiah Tertekan, Pedagang Elektronik Diminta Tak Naikkan Harga

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS direspon berbagai pedagang barang elektronik

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mar 2020, 16:00 WIB
Sejumlah warga mencari barang elektronik saat perayaan Black Friday di toko Best Buy di Overland Park, Kansas, AS (22/11). Black Friday telah menjadi tradisi tahunan yang digelar sehari setelah perayaan Thanksgiving. (AP Photo/Charlie Riedel)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Peneliti Core Indonesia, Pieter Abdullah meminta ke sejumlah pedagang elektronik di berbagai wilayah Indonesia untuk tidak latah menaikan harga jual barang elektronik dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Impor ini tidak seperti beli bakso. Impor ada prosesnya, tidak serta merta naik," tegas Pieter saat dikonfirmasi Merdeka.com, pada Senin (23/3/2020).

Menurutnya masih terdapat pola pikir yang keliruh diantara pedagang elektronik, sehingga dalam menaikan harga jual barangnya didasari atas tindakan yang bersifat spekulasi.

Padahal situasi di pasar keuangan dan pasar riil jauh berbeda. Seperti halnya untuk mendatangkan impor, diperlukan rentang waktu minimal tiga bulan.

"Itu biasanya akan mengklaim, para pedagang mengambil kesempatan, atas pemberitaan pelemahan nilai tukar rupiah," lanjut dia.

Sedangkan bagi para importir barang elektronik, justru masih menjual dengan harga yang sama ketika periode impor dilakukan. Untuk itu pemerintah diminta lebih tegas dalam menindak sejumlah pedagang elektronik yang menaikkan harga jual secara spekulatif.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pelemahan Rupiah Ancam Industri Kopi Indonesia

Salah satu kedai kopi di Surabaya, Jawa Timur (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Co Funder Kopi Kenangan James Prananto mengatakan bahwa perusahaannya mulai mengkhawatirkan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Yang diakibatkan oleh pandemi global virus Corona (Covid-19).

"Kedepannya pasti khawatir, karena peralatan dunia Food and Beverage masih bergantung pada impor," kata Bos Kopi Kenangan saat dikonfirmasi Merdeka.com pada Senin (23/3/2020).

Pasalnya ia menyebut sampai saat ini, berbagai peralatan yang ada untuk menunjang bisnisnya belum bisa diproduksi di dalam negeri. Sehingga dengan terkoreksinya nilai tukar rupiah yang semakin dalam, tentu mengancam kelangsungan usahanya.

James kemudian menyebut bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang berbarengan dengan pandemi virus Corona di tanah air. Cukup memukul kelangsungan usahanya, akibat penurunan daya beli masyarakat yang cukup drastis khususnya di Ibu kota Jakarta.

"Orang jadi jarang ke luar, sekarang mall sepi, tentu pendapatan store kit (kopi kenangan) jadi menurun," ungkap James.

Beruntung baginya berbagai bahan baku utama perusahaannya, seperti biji kopi, gula aren dan susu. Mayoritas berasal dari petani lokal sehingga bisa meminimalisir kerugian yang ada.

Namun, untuk menghindari kerugian lebih dalam seiring pelemahan kurs rupiah di tengah wabah Corona. Dirinya bersama Asosiasi Perusahaan Food and Beverage Indonesia meminta pemerintah untuk memberikan kebijakan khusus, yang dapat menggairahkan kembali industri Food and Beverage di tanh air yang tengah lesuh.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya