Liputan6.com, Jakarta - Jelang Hari Film Nasional pada 30 Maret mendatang, Hanung Bramantyo berbagi cerita soal perkembangan film Indonesia 20 tahun terakhir. Belakangan, kita sering mendengar ujaran yang menyebut film Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Benarkah?
Ujaran ini merujuk pada banyaknya jumlah produksi dari tahun ke tahun. Selain itu, pencapaian jumlah penonton. Hanung Bramantyo salah satu sineas yang sregep mencetak box office dari Get Married, Ayat-ayat Cinta, Sang Pencerah, hingga Surga Yang Tak Dirindukan 2.
Baca Juga
Advertisement
Mendengar ujaran film Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri sejujurnya Hanung Bramantyo tergelitik dan menyebutnya bias. Inilah catatan Hanung Bramantyo.
Definisi Box Office
"Saya justru merasa istilah itu bias. Daripada memikirkan film Indonesia sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri apa belum, lebih baik mendefinisikan kembali sejumlah poin penting dalam indutsri film kita," ungkap Hanung Bramantyo saat dihubungi Showbiz Liputan6.com via telepon, baru-baru ini.
Sejumlah poin penting yang dimaksud sineas kelahiran 1 Oktober 1975 itu misalnya, definisi box office yang masih samar. Penentua box office berbasis jumlah penonton tak serta merta mencerminkan kesuksesan sebuah film mengingat biaya produksi setiap film bervariasi.
Advertisement
Definisi Film Indonesia
"Ada film A biayanya 30 atau 40 miliar ditonton satu koma sekian juta penonton, itu tidak box office karena tidak bisa dibilang untuk besar. Di sisi lain ada film drama remaja ditonton 2,5 juta orang lebih. Syutingnya pun di Jakarta dan sekitarnya, nah itu box office," ulas sineas peraih 2 Piala Citra ini.
Karenanya, penting untuk menerapkan standar box office seperti Hollywood di mana biaya produksi dan pendapatan kotor terkonfirmasi dengan jernih. Berikutnya, Hanung Bramantyo mengajak masyarakat mendefinisikan ulang film Indonesia sebenarnya. Ia mencontohkan The Raid dan Foxtrot Six.
Menepikan Ujaran
Disutradarai Gareth Evans dan diperkuat bintang maupun kru dalam negeri, nyatanya film tersebut terganjal aturan saat berlaga di festival film Tanah Air. Padahal, menurut Hanung Bramantyo, dampak film ini bagi perfilman nasional maupun luar negeri sangat dahsyat.
Suami Zaskia Adya Mecca mengajak masyarakat menepikan dulu ujaran film Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. "Lebih baik, para sineas menghasilkan karya berkualitas apik secara berkelanjutan. Penonton juga harus dibuka pikirannya dengan tema dan storytelling yang segar," urai Hanung.
Advertisement
Identitas Sang Tuan Rumah
"Saya percaya ketika sineas terus menghasilkan karya apik secara berkelanjutan tanpa mengabaikan kebutuhan penonton lalu penonton juga terbuka dengan ide baru, maka identintas sang tuan rumah akan terdefinisi dengan sendirinya. Akan tampak wajah film Indonesia secara utuh," ia menyambung.
Hanung Bramantyo mengimbau penonton bersikap terbuka setelah mencermati sejumlah peristiwa miris. Salah satunya, respons sebagian masyarakat atas karya apik Garin Nugroho, Kucumbu Tubuh Indahku. Film Terbaik FFI 2019 itu mengalami penolakan di sejumlah daerah. "Yang menolak menurut saya jumlahnya minor tapi publik dan aparat seolah diam saja. Sayang sekali," pungkasnya.