Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah upaya dilakukan untuk menekan penyebaran virus corona baru (Sars-CoV-2) yang memicu penyakit COVID-19. Salah satunya dengan membuat bilik disinfeksi. Cara ini dilakukan Vietnam untuk mencegah penularan COVID-19.
Kali ini pembuatan bilik disinfeksi tersebut dilakukan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. ITS menggandeng Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) membuat inovasi bilik disinfeksi yang diberi nama disinfection chamber untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19.
Wakil Rektor IV ITS, Bambang Pramujati menuturkan, disinfection chamber merupakan sebuah bilik yang dapat menyemprotkan cairan disinfektan untuk mensterilkan seseorang dari virus sebelum masuk ke suatu ruangan.
"Disinfection chamber (bilik disinfeksi) ini memiliki tiga metode yaitu metode semprot (spray), metode ozon, dan metode fogging (pengkabutan) seperti sauna," ujar dia, seperti dikutip dari Antara, Senin, 23 Maret 2020.
Baca Juga
Advertisement
Bambang menuturkan, dalam metode semprot digunakan cairan yang sekiranya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan iritasi. Cairan itu diteliti oleh ahli-ahli kimia yang ada di ITS.
Selanjutnya, untuk metode ozon, ITS mendapat pendampingan dari RSUA mengenai sebesar apa tingkat ozon yang bisa digunakan dan berapa lama orang tersebut bisa berada di dalam bilik.
"Metode ketiga berupa pengkabutan, mirip dengan sauna sehingga orang yang memasuki bilik tidak akan basah dan diaktifkan dengan ultrasonik," tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Bakal Dilengkapi Teknologi Tambahan
Bilik disinfeksi ini juga akan dilengkapi dengan teknologi tambahan berupa human thermal imaging yang bisa mendeteksi suhu tubuh seseorang. Adapun cara kerja dari alat pendeteksi suhu ini adalah dengan menggunakan sensor, sehingga seseorang yang memasuki bilik akan secara otomatis terdeteksi sebesar apa suhu tubuhnya.
"Misalnya, 20 detik di dalam bilik, nanti ada semacam citra dan kita bisa tahu berapa suhu tubuhnya," ujar dosen Teknik Mesin ini.
Akan tetapi, ia menuturkan, alat pendeteksi suhu ini belum bisa ada karena ITS dan RSUA harus menyiapkan terlebih dahulu bilik disinfeksi dengan matang.
"Ada human thermal imaging yang bisa mendeteksi temperatur seseorang, tetapi iitu hanya tambahan, jadi dasarnya harus ada dulu," katanya.
Sementara itu, Kepala Departemen Kimia, Prof Fredy Kurniawan mengatakan untuk pembuatan cairan desinfektan ini pihaknya membutuhkan dua bahan utama yakni Ozone dan Klorin Dioksida.
Senyawa tersebut di gabungkan akan bekerja 99 persen dalam membunuh kuman, bakteri termasuk virus COVID-19. Namun, ITS terlebih dahulu harus memperhatikan konsentrasi yang akan digunakan dalam penelitian cairan desinfektan tersebut.
"Setiap carian dan molekul desinfectan punya kekhususan. Kalau salah dalam konsetrasinya ini juga tidak baik bagi tubuh. Kalau rendah juga tidak bisa membunuh kuman. Jadi kita gunakan (konsentrasinya) sekitar 0.3 bpm untuk bisa digunakan semua masyarakat dan menjaga standar kualitas," ucapnya.
Advertisement