Perjuangan Dokter Spesialis Paru Hadapi Pasien PDP Corona yang Tak Mau Pakai Masker

Pria berumur 65 tahun itu kini menjadi orang paling penting dalam penanganan teknis pasien positif corona di Jawa Timur.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mar 2020, 15:05 WIB
Petugas medis menyiapkan ruang isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Meutia, Aceh Utara, Aceh, Selasa (3/3/2020). RSUD Cut Mutia di Aceh Utara RSU Dr Zainoel Abidin di Banda Aceh merupakan rumah sakit rujukan bagi perawatan pasien terinfeksi virus Corona (Covid 19). (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Bukan perkara mudah untuk bisa menjadi garda terdepan menangani pasien yang terinfeksi virus corona Covid-19.

Apalagi jika mengingat pekerjaan tersebut selalu dibayang-bayangi oleh virus corona Covid-19 yang hingga saat ini belum ada obatnya.

Menjadi salah satu garda terdepan dalam melawan penyakit corona ini, bukan hal mudah yang dijalani oleh dokter spesialis paru konsultan infeksi dr Soedarsono.

Pria berumur 65 tahun itu kini menjadi salah satu orang paling penting dalam penanganan teknis pasien positif corona di Jawa Timur.

Dirinya menjadi dokter yang merawat langsung sejumlah pasien positif di Rumah Sakit Umum (RSU) dr Soetomo.

Lebih dari itu, nasib seluruh pasien yang baru bergejala corona dengan status Pasien Dalam Pengawasan atau PDP juga bergantung padanya.

Sebab, sebagai Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging dan Remerging (Pinere) dibawah koordinasi langsung Gubernur Jatim, keputusannya yang akan menjadi rujukan, apakah pasien berstatus PDP ini dapat dinyatakan sembuh atau justru meningkat menjadi positif.

Meski memiliki jabatan penting dalam penanganan wabah corona di Jatim, dr Soedarsono tetap tak melupakan tugasnya menjadi dokter yang harus merawat pasien.

Sebab, di rumah sakit tempatnya berada saat ini, ada beberapa pasien yang sudah berstatus positif corona dan PDP. Bahkan, satu di antara pasien positif corona yang ditanganinya kini dalam kondisi berat.

"Ada satu pasien sudah memakai alat bantu pernapasan. Ini tergolong sudah berat ya, karena ada penyakit penyertanya. Tapi kondisinya stabil," ucap dr Soedarsono membuka percakapan dengan merdeka.com.

Meski sudah cukup berpengalaman dengan penyakit infeksi, bukan berarti dirinya tidak cemas dalam setiap penanganan pasien corona.

Sebab, penyakit corona Covid-19 yang belum ada obatnya ini memerlukan perlakuan khusus dibandingkan dengan penyakit infeksi lainnya.

"Disebut cemas sih enggak. Cuma kita memang harus tetap mematuhi aturan atau protokol kesehatan yang cukup ketat. Jadi kewaspadaan memang tetap dijaga setiap saat kita bertugas menangani pasien," ucap dr Soedarsono.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sulit Tangani PDP Corona

Petugas menyiapkan perlengkapan ruang isolasi Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Minggu (22/3/2019). RS Darurat Penanganan COVID-19 dilengkapi dengan ruang isolasi, laboratorium, radiologi, dan ICU. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menurut dr Soedarsono, penanganan pasien positif corona Covid-19 lebih mudah dan tidak terlalu khawatir jika dibandingkan dengan pasien yang berstatus PDP.

Dia menjelaskan, dalam penanganan pasien positif corona, biasanya mereka sudah ditempatkan di ruang isolasi khusus dengan protokoler penangan yang sangat ketat.

"Saat melakukan penanganan pasien yang sudah positif, prosedurnya sangat ketat. Itu justru yang menjadikan kita lebih aman. Tapi beda saat kita menangani pasien berstatus PDP," cerita dr Soedarsono.

Ia bercerita, saat melakukan penanganan pada pasien berstatus PDP, kebanyakan pasien masih menganggap remeh penyakit yang dideritanya.

Karena sikap itu lah, kata dr Soedarsono kerap kali pasien yang dihadapinya tidak patuh terhadap prosedur perawatan yang telah ditetapkan.

Dirinya mencontohkan, meski sudah berada dalam ruangan isolasi, pasien PDP biasanya tidak mau memakai masker dengan benar. Padahal, secara prosedur wajib.

"Ya tahu sendiri-lah mental orang kadang bagaimana. Mereka sudah diberitahu agar pakai masker saat di ruangan, malah tidak dipakai. Masih ada pasien-pasien yang semacam itu. Menghadapi orang-orang semacam ini, baik saya maupun tenaga medis lainnya menjadi was-was. Apalagi umur saya kan sudah tidak muda lagi, sangat rentan tertular," kata dr Soedarsono.

 


Jadikan Motivasi

Petugas medis dengan pakaian pelindung menyiapkan ruang isolasi di sebuah rumah sakit di Banda Aceh, Selasa (3/3/2020). Di Aceh, dua rumah sakit menjadi rujukan pasien virus Corona, yakni Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh dan RSUD Cut Meutia, Aceh Utara. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Meski begitu, pengalaman merawat pasien PDP yang keras kepala itu justru menjadi motivasi bagi dr Soedarsono untuk menjaga kesehatannya.

Di masa tuanya, menjaga kesehatan adalah hal utama. Bahkan, dr Soedarsono menerapkan protokoler kesehatan yang ketat untuk dirinya sendiri.

"Kalau saya asupan makan diperhatikan, yang penting waktunya makan ya makan, waktunya tidur saya ya harus tidur. Waktu istirahat yang cukup itu juga kunci dari kesehatan. Saya juga memenuhi standar gizi, sayur, buah dan susu serta suplemen vitamin. Olah raga saya lakukan meski hanya 15 menit," kata dia.

Lalu, bagaimana tanggapan keluarga terkait dengan medan perang yang dihadapinya sebagai dokter saat ini?

dr Soedarsono menyebut, kecemasan dari keluarga itu selalu ada. Namun, sang istri menjadi peluit yang akan selalu menyempritnya jika ada protokoler yang dilanggarnya.

Misalnya, setiap jam makan, ia akan diingatkan untuk segera makan oleh sang istri. Demikian juga banyaknya perhatian yang datang dari ketiga putrinya. Mereka kerap mengingatkan sang ayah agar selalu menjaga kesehatan.

"Setiap hari saya selalu diingatkan. Biasanya kalau sudah waktunya makan saya akan diingatkan. Mereka ya sempat cemas saat saya menangani kasus corona ini. Namun pada akhirnya mereka dapat memahami bahwa tugas ini merupakan salah satu bentuk pengabdian saya pada masyarakat dan bangsa," ujarnya menutup pembicaraan.

 

Reporter: Erwin Yohanes

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya