Catatan Fajar Nugros Jelang Hari Film Nasional, Dari Regenerasi Hingga Dampak Corona Covid 19

Jelang Hari Film Nasional, sineas Fajar Nugros berbagi perspektif soal regenerasi pekerja seni layar lebar hingga dampak wabah Corona Covid 19. Ini ulasannya.

oleh Wayan Diananto diperbarui 27 Mar 2020, 06:00 WIB
Fajar Nugros. (Foto: Instagram @fajarnugrs)

Liputan6.com, Jakarta Hari Film Nasional diperingati setiap 30 Maret. Ada sejumlah catatan menarik terkait perkembangan industri film Indonesia selama dua dasawarsa terakhir. Salah satunya datang dari Fajar Nugros.

Jelang Hari Film Nasional, sineas Fajar Nugros berbagi beberapa poin penting menyoal geliat industri film Tanah Air. Catatan jelang Hari Film Nasional dimulai dari penulisan naskah. Terkait problem naskah, Fajar Nugros menilai industri film Indonesia sebenarnya tidak kesusahan.

“Kita bisa, filmmaker kita pintar-pintar. Kita hanya kadang tidak diberi bujet dan waktu yang cukup. Kadang kita dibenturkan dengan perhitungan bisnis. Dan bisnis selalu berpedoman, modal sedikit, untungnya besar,” beber Fajar Nugros.


Materi Yang Sudah Dikenal Publik

Fajar Nugros. (Foto: Instagram @fajarnugrs)

Kondisi ini, dalam pandangan Fajar Nugros, melahirkan sejumlah efek samping. “Itulah masalahnya, mengapa yang selalu dicari adalah materi adaptasi. Karena umumnya berpikir materi itu sudah dikenal oleh calon penonton. Jadi biaya promosi bisa ditekan atau berkurang,” imbuh sutradara film laris Cinta Brontosaurus dan Yowis Ben.

Catatan lain, seringnya kita mendengar komplain penonton bahwa film Indonesia bintangnya itu-itu saja. Proyek film calon box office dipercayakan kepada sineas yang itu lagi dan itu lagi. Fajar Nugros menyebut niat baik produser memegang peran penting.


Goodwill Produser dan Filmmaker

Fajar Nugros. (Foto: Instagram @fajarnugrs)

“Sebenarnya semua bermuara ke goodwill produser dan filmmaker, apakah mereka berniat mencari aktor baru misalnya? Apa risikonya dengan aktor baru? Apakah cocok dengan skenario?” penulis naskah film Tendangan Dari Langit dan 9 Summers 10 Autumns mengulas.

Menurut Fajar Nugros, pertanyaan lain yang biasanya diajukan saat memilih pemain anyar, apakah bujet promosi cukup untuk mengenalkan film dengan aktor baru itu?

“Ada banyak pertimbangan yang biasanya dihitung, tidak sekadar aktor baru atau aktor itu-itu saja,” ia menyambung.


Bioskop Masih Jadi Pilihan

Fajar Nugros. (Foto: Instagram @fajarnugrs)

Fajar Nugros bungah melihat perkembangan film Indonesia beberapa tahun terakhir. Pada 2016 misalnya, film Indonesia mencetak sejarah baru dengan tembus 6 juta penonton. Itu dicapai oleh Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1. Dua tahun berselang, Dilan 1990 menoreh prestasi serupa.

Menariknya, dua film ini tidak dirilis jelang Lebaran atau libur akhir tahun. Buat Fajar Nugros, ini menunjukkan bahwa menonton film ke bioskop masih menjadi pilihan untuk mengisi liburan atau saat butuh hiburan.


Penonton Akan Rindu ke Bioskop

Sutrada Jakarta Undercover, Fajar Nugros. (Herman Zakharia/Liputan6.com)

“Orang butuh keluar rumah beramai-ramai untuk merayakan kehidupan bersama-sama,” ujar Fajar Nugros. Ia melanjutkan, “Inilah mengapa, bioskop tak akan mati walau ada banyak wahana menonton lain. Tinggal bagaimana filmmaker kerja keras memberikan pengalaman menonton yang terus menarik.”

Terkait wabah Corona Covid-19 yang melumpuhkan banyak sektor industri termasuk film, Fajar Nugros optimistis badai pasti berlalu.

“Saya berharap sisi baiknya. Kelak usai wabah ini, masa sulit ini, penonton akan rindu ke bioskop,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya