HEADLINE: Ujian Nasional Ditiadakan karena Corona Covid-19, Bagaimana Persyaratan Kelulusan Siswa?

Sejumlah pihak mengapresiasi keputusan peniadaan Ujian Nasional (UN) 2020 terutama mencegah penularan Covid-19.

oleh Lizsa EgehamYopi Makdori diperbarui 27 Mar 2020, 00:02 WIB
Sejumlah siswa kelas XII mengerjakan soal Bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMKN 50 Jakarta, Senin (25/3). Kemendikbud mengatur UNBK tingkat SMK dilaksanakan serentak dalam empat hari mulai 25 sampai 28 Maret 2019. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan meniadakan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2020. Keputusan diambil setelah Presiden Joko Widodo dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menggelar rapat terbatas lewat video telekonferensi. 

Keputusan diambil untuk mencegah penyebaran virus Corona (Covid-19) yang kian memakan korban. Peniadaan UN ini menjadi penerapan kebijakan social distancing atau physical distancing untuk memotong rantai penyebaran virus Corona.

Kemendikbud dan DPR juga telah sepakat pelaksanaan UN 2020 untuk tingkat SMA sederajat, SMP sederajat, dan SD sederajat ditiadakan untuk melindungi siswa dari Covid-19.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, ada pertimbangan mengapa Ujian Nasional 2020 ditiadakan. Salah satunya adalah mengenai pertimbangan kesehatan bagi para siswa mengingat penyebaran wabah Covid-19 yang semakin meluas.

"Prinsip dasar Kemendikbud adalah keamanan dan kesehatan siswa-siswi kita dan keamanan keluarga siswa-siswi itu kalau melakukan UN di dalam tempat-tempat pengujian bisa menimbulkan risiko kesehatan," kata Mendikbud Nadiem melalui video, Selasa 24 Maret 2020.

Jika UN ini dilanjutkan, dikhawatirkan bukan hanya para siswa saja yang kesehatannya terancam. Melainkan pula para keluarga dekat siswa.

"Bukan hanya siswa-siswa, tapi juga keluarga dan kakek nenek karena jumlah sangat besar 8 juta yang tadinya dites UN. Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarga, sehingga UN dibatalkan untuk 2020," kata dia.

Infografis UN 2020 Dihapus, Cegah Penularan Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)

Selain itu, menurut Mendikbud UN saat ini bukan lagi menjadi prasyarat kelulusan. Maka tidak ada beban berat manakala UN yang terakhir ini ditiadakan.

"Kita juga sudah tahu UN bukan untuk syarat kelulusan atau syarat seleksi masuk jenjang pendidikan tinggi, saya rasa di Kemendikbud, lebih banyak risikonya dari pada benefit untk lanjutkan UN," terangnya.

Nadiem mengingatkan, prasyarat kelulusan adalah melalui ujian sekolah yang digelar oleh masing-masing sekolah. Dia membolehkan ujian sekolah tetap digelar namun mempertimbangkan kewaspadaan, yakni dengan tidak menggelarnya secara langsung atau secara tatap muka.

Dia pun mengapresiasi para siswa-siswi yang telah melakukan Ujian Nasional terlebih dahulu. "Saya sangat mengapresiasi bagi teman-teman yang telah melaksanakan UN di SMK. Saya apresiasi effort mereka," katanya.

Kemendikbud juga mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran corona virus disease (Covid-19).

Dalam surat edaran yang ditandatangani Nadiem Makarim 24 Maret 2020, pembatalan UN karena lebih mempertimbangkan kesehatan dan keamanan para siswa.

Dengan dibatalkannya UN Tahun 2020 ini, maka keikutsertaan UN tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Nadiem juga menyebutkan, dibatalkannya Ujian Nasional ini maka proses penyetaraan bagi lulusan program Paket A, program Paket B, dan program Paket C akan ditentukan kemudian.

Nadiem menjelaskan, kelulusan ditentukan melalui ujian sekolah yang penyelenggaraannya tidak diperkenankan secara tatap muka.

"Ujian sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya," kata Nadiem melalui surat edaran tersebut.

Bagi sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah, dapat menggunakan nilai ujian sekolah untuk menentukan kelulusan siswa. Sementara bagi sekolah yang belum melaksanakan ujian sekolah berlaku ketentuan sebagai berikut:

1) Kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan niiai kelulusan;

2) Kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA) / sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir. Nilai semester genap kelas 9 dan kelas 12 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan;

3) kelulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / sederajat 'ditentukan berdasarkan nilai rapor, praktik kerja lapangan, portofolio dan nilai praktik selama lima semester terakhir. Nilai semester genap tahun terakhir dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.

Sedangkan untuk kenaikan kelas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Ujian akhir semester untuk Kenaikan Kelas dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya Surat Edaran ini;

b. Ujian akhir semester untuk Kenaikan Kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofoiio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya;

c. Ujian akhir semester untuk Kenaikan Kelas dirancang untukmendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.

Adapun untuk mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB, menurut surat edaran itu dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dinas Pendidikan dan sekolah diminta menyiapkan mekanisme PPDB yang mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19, termasuk mencegah berkumpulnya siswa dan orangtua secara fisik di sekolah;

b. PPDB pada Jalur Prestasi dilaksanakan berdasarkan:

1) akumulasi nilai rapor ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir; dan/ atau

2) Prestasi akademik dan non-akademik di luar rapor sekolah;

3) Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB daring.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Ketentuan Kelulusan Siswa Sudah Tepat?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat rapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat membahas penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021 dan sistem zonasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah mengapresiasi keputusan peniadaan Ujian Nasional 2020 terutama mencegah penularan Covid-19. Namun demikian, ada konsekuensi lanjutan, yaitu Kemendikbud harus membuat Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis).

Dia pun mempertanyakan penilaian kelulusan nantinya dari apa. Karena sudah ada sekolah yang menggelar UN, tapi ada juga yang belum. Kemudian untuk SMK, kelulusannya menghasilkan sertifikasi kompetensi. Akan tetapi, kompetensi tidak bisa mengandalkan teori, harus praktik.

"Gimana itu caranya? Kan nggak bisa ngumpulin orang kan. Perjalanan ke tempat tesnya saja berpotensi penularan," kata Ledia kepada Liputan6.com, Kamis (26/3/2020).

Politikus PKS ini juga mempertanyakan bagaimana nantinya pelajar bisa meneruskan pendidikan. "Misalnya habis 6 SD ke SMP, SMP ke SMA, SMA ke perguruan tinggi, bagaimana cara seleksinya supaya bisa masuk?" tanya dia.

Maka dari itu, menurut Ledia, Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 yang dikeluarkan Mendikbud harus dijabarkan secara teknis karena kenyataan di lapangan berbeda-beda. 

Lalu apakah penentu kelulusan di SE tersebut sudah proporsional? Dia mengatakan, harus ada bagian kewenangan sekolah yang menentukan, kemudian juga harus dipastikan ke sekolah bahwa tidak boleh mengumpulkan orang.

"Itu juga harus dipertimbangkan. Jadi bisa dengan nilai rapotnya kah atau kan guru sudah lihat kan perkembangan siswa yang bersangkutan. Jadi banyak hal lah yang mesti diterjemahkan (SE) supaya tidak salah paham sekolah-sekolah," kata dia.

"Tapi yang paling penting juklak juknis nya harus cepat sampai ke sekolah. Karena ini mepet banget. Jadi mekanisme teknis nya harus didetailkan," imbuh Ledia.

Dia menambahkan dalam situasi bencana, belajar itu tidak bisa mengandalkan secara daring atau online. Sebab, akses internet belum merata ke semua wilayah dan masyarakatnya. Apalagi ada yang memilih menggunakan uang untuk makan daripada membeli kuota internet. Karena itu, pilihan lainnya adalah menggunakan televisi.

"Orang masih nonton TV kok, masih banyak. Jadi bagaimana modul-modul itu disebarluaskan lewat TV, TVRI atau RRI. Plus kita juga minta ada jam-jam di mana itu kayak CSR-nya TV swasta deh. Jadi supaya tetap tersebar luas. Karena mungkin ada di pelosok TVRI nggak masuk, tapi TV swasta masuk," kata dia.

Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) melakukan penyemprotan disinfektan di SMPN 216 Jakarta, Senin (16/3/2020). Mulai hari ini, aktivitas sekolah di sejumlah wilayah Indonesia diliburkan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona COVID-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian juga mengapresiasi langkah pemerintah meniadakan UN 2020 karena prioritas saat ini adalah keselamatan masyarakat. Dia pun mengatakan, evaluasi dan penentuan kelulusan siswa dapat dilakukan dengan cara-cara lainnya.

"Ada beberapa opsi, antara lain ujian tertulis secara online, proyek akhir tahun, nilai rapot sebelumnya, dan lain-lain. Hal ini sebaiknya diserahkan kepada masing-masing sekolah untuk memilih opsi yang paling sesuai dengan keadaan siswanya," ujar Hetifa, Jakarta, Selasa 24 Maret 2020.

Dia pun mengharapkan Kemendikbud segera mengeluarkan petunjuk teknis (juknis). Dengan demikian, tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

"Sudah banyak pertanyaan yang masuk ke saya terkait pembatalan UN ini. Saya harap Kemendikbud segera menerbitkan juknis agar tidak menimbulkan kebingungan lebih lanjut di masyarakat," tegasnya.

Wakil ketua umum Partai Golkar ini pun menyarankan, sebaiknya Kemendikbud mempertimbangkan masukan masyarakat dalam penyusunan juknis ini.

"Masukan publik sangat diperlukan agar penilaian dapat berlangsung baik dan adil. Masyarakat dan sekolah yang lebih paham praktiknya, input-inputnya harus diakomodir," jelas dia.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mendukung peniadaan Ujian Nasional 2020 untuk mencegah penyebaran Covid-19. Apalagi, kata dia, sudah sejak 10 tahun lalu meminta UN dihapuskan.

"Tapi memang UN ini kan tidak diperlukan, tidak lagi menjadi kebutuhan dan tidak ada tidak lanjut juga. Makanya kita anggap UN ini pemborosan anggaran, dalam kondisi pandemi seperti sekarang jauh lebih baik angggaran UN buat penanganan corona," kata Ramli kepada Liputan6.com. Kamis (26/3/2020).

Dia pun menilai, penentuan kelulusan yang tertera dalam Surat Edaran Mendikbud sudah proporsional.

"Cukup portofolio kok sebenarnya dari nilai siswa sementara, 1, 2, 3 sampai 5, kemudian kalau masih sempat dilakukan ujian sekolah silakan dilaksanakan. Kalau pun tidak, dari portofolio nilai saja, buat kelulusan siswa," terang Ramli.

Hal ini kata dia tidak masalah, apalagi sedang dalam kondisi normal, yaitu wabah Covid-19. Data terkini, Kamis 26 Maret 2020, total keseluruhan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia menjadi 893 orang. Jumlah yang sembuh 35 orang dan meninggal 78 orang.

"Malah kami akan minta penerimaan siswa baru itu jalur prestasinya dihapuskan, karena itu kami kemarin melakukan survei 410 responden kami menemukan bahwa nilai rapot itu sangat rawan dimanipulasi. Jadi untuk penerimaan PPDB pun kami berharap jalur prestasi dihapuskan," kata Ramli.

Ramli pun menyebut, peniadaan UN tidak akan mengganggu penerimaan siswa baru. Peraturan mengenai penerimaan siswa baru bisa tinggal diatur lagi.

Ramli menilai, pandemi Covid-19 ini membuka mata bahwa guru di Indonesia tidak siap melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Hanya ada 10 persen guru mampu melaksanakan pembelajaran jarak jauh yang selama ini dilatih oleh ikatan Guru Indonesia.

"Jadi kita memang dalam 3 tahun terakhir sangat intens mengadakan pelatihan pembelajaran jarak jauh dan itu berguna di tengah kondisi saat ini," kata dia.

"Ya sekitar 90 persen hanya bisa offline, dan saking gagapnya mereka hanya bisa memberikan penugasan. Jadi bikin stres siswa. Jadi ini menyiksa siswa," Ramli menandaskan.


Madrasah Mengikuti

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi X DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020). Rapat membahas anggaran dan seputar isu terkait Pembayaran SPP lewat layanan Gopay. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kementerian Agama memastikan, Ujian Nasional (UN) bagi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) ditiadakan. Hal ini menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo dan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).

"UN jenjang MTs dan MA tahun pelajaran 2019/2020 dibatalkan. Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, tidak lagi menggunakan nilai UN sebagaimana tahun sebelumnya," terang Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag, Umar melalui keterangan tertulisnya, Rabu 25 Maret 2020.

Kebijakan yang sama berlaku juga bagi pelaksanaan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN) MA dan MTs. Menurut Umar, UAMBN ditiadakan bagi madrasah yang belum menyelenggarakannya.

Sementara bagi madrasah yang telah melaksanakan, maka pesertanya akan mendapatkan Sertifikat Hasil UAMBN (SHUAMBN). SHUAMBN dapat dicetak langsung oleh madrasah melalui aplikasi UAMBN-BK.

Umar menjelaskan, Panitia UAMBN Kanwil Kemenag Provinsi dapat mengunduh hasil UAMBN-BK jenjang MA dan MTs pada laman uambnbk.kemenag.go.id mulai 26 Maret 2020. Selanjutnya hasil UAMBN-BK didistribusikan kepada MA dan MTs di wilayahnya dalam bentuk soft file.

"Nilai UAMBN yang sudah dihasilkan hanya diperlukan untuk pemetaan kompetensi siswa madrasah dan tidak digunakan sebagai prasyarat kelulusan dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya," jelas Umar.

Karena tidak ada UN, Umar menjelaskan bahwa ujian madrasah untuk kelulusan berpedoman pada SK Dirjen Nomor 247 Tahun 2020 tentang POS Ujian Madrasah. Dalam konteks saat ini, ujian madrasah untuk kelulusan dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali bagi yang telah melaksanakannya beberapa waktu lalu.

Sebagai ganti, kata Umar, ujian madrasah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio dari nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya. Umar menjelaskan bahwa ujian bisa dilakukan dalam bentuk penugasan, tes daring (bila memungkinkan), atau bentuk asesmen lainnya yang memungkinkan ditempuh secara jarak jauh atau daring.

"Ujian madrasah dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu dipaksakan mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh," terang Umar.

"Madrasah yang telah melaksanakan ujian, dapat menggunakan nilainya untuk menentukan kelulusan siswa," sambung dia.

Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 50 Jakarta, Senin (25/3). Sebanyak 69.407 siswa dari 578 SMK di DKI Jakarta mengikuti UNBK yang diselenggarakan pada 25-28 Maret 2019. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara bagi mereka yang berada di jenjang madrasah, Umar menjelaskan beberapa ketentuan dalam menentukan kelulusan. Pertama, lanjut Umar kelulusan Madrasah Ibtidaiyah (MI) ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6, bila ada, dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan;

"Kedua, kelulusan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir. Nilai semester genap kelas 9 dan kelas 12, bila ada, dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan," terangnya.

Ketiga, rumus perhitungan nilai kelulusan siswa pada semua tingkatan (MI,MTs, dan MA) dapat ditentukan oleh madrasah.

Penetapan waktu kelulusan siswa madrasah, kata Umar dapat ditentukan oleh madrasah dengan menyesuaikan ketetapan waktu di lingkungan pendidikan suatu daerah yg dikoordinir oleh Dinas Pendidikan bersama Kanwil Kemenag atau Kantor Kemenag Kabupaten/Kota.

"Ketentuan yang sama juga berlaku untuk pelaksanaan ujian akhir semester atau kenaikan kelas," tukasnya.

Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta mengikuti keputusan pemerintah pusat untuk membatalkan UN pada 2020 ini di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.

Pembatalan tersebut juga tertuang pada Surat Edaran Nomor 32/SE/2020 tentang pembelajaran di rumah (home learning) pada masa darurat Covid-19 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan DKI, Nahdiana pada Selasa (24/3/2020).

"Pelaksanaan Ujian Nasional (UN)di Satuan Pendidikan dibatalkan," kata Nahdiana dalam surat edaran tersebut.

Sedangkan untuk kriteria penentu kelulusan siswa akan diatur dalam petunjuk teknis (juknis). Selain kelulusan siswa, juknis juga mengatur terkait pelaksanaan Ujian Sekolah hingga kenaikan kelas.

"(Juknis) masih dalam kajian," kata Kepala Subbagian Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sonny Juhersoni.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya