Terusir dan Minim Perhatian, Begini Derita Petugas Medis Corona Covid-19 di Banten

Padahal, mereka sudah mempertaruhan jiwa dan raga untuk mengemban tugas berat menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi Corona Covid-19.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 27 Mar 2020, 06:07 WIB
Petugas medis melihat keluar dari ruang isolasi untuk tempat pasien yang menunjukkan gejala wabah virus corona di sebuah rumah sakit umum di Mataram, Nusa Tenggara Barat (28/1/2020). (AFP/Moh El Sasaky)

Liputan6.com, Banten - Selain berhadapan dengan risiko besar tertular virus Corona Covid-19 lantaran menjadi garda terdepan dalam penanganan wabah tersebut, paramedis juga dihadapkan dengan persoalan lain, yaitu pengucilan di masyarakat. Hal itu dialami paramedis di Banten, perawat yang tak mau disebutkan namanya itu harus rela terusir dari kontrakannya karena diketahui merawat pasien corona Covid-19.

"Saya dan kawan-kawan tidak dapat kosan, alasan pemilik kosan khawatir ada penularan, setelah tahu kami bekerja menangani pasien Covid-19," katanya, Kamis (26/3/2020).

Dia mengaku tidak disediakan tempat tinggal khusus sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan antar jemput tenaga medis, sebagai antisipasi penularan Corona Covid-19. Bahkan, janji Pemprov Banten untuk mengubah Pendopo Lama Gubernur Banten sebagai tempat istirahat dan isolasi diri tenaga medis juga belum terealisasi.

Dirinya merasa galau saat menjalankan tugas berat yang diembannya kini. Pada saat yang bersamaan, perawat yang tak mau disebutkan namanya itu juga harus menjaga keluarganya agar tidak tertular Corona Covid-19. Namun apa daya, Pemprov Banten dianggap belum menghargai kerja para petugas medis.

"Saya takut menulari keluarga karena harus bolak-balik dengan kendaraan (motor) sendiri dari rumah sakit ke rumah bersama keluarga. Apa boleh buat karena tidak ada tempat khusus buat kami," katanya.

Melati mengaku pemerintah belum bisa menerapkan standar keamanan dan kesehatan, untuk mengurangi penularan corona Covid-19 di Bumi Jawara. Wahidin Halim selaku Gubernur Banten, kini lebih banyak berdiam diri di rumah dinasnya. Berbeda dengan pemimpin daerah lain di Pulau Jawa yang aktif turun langsung ke lapangan.

Jangan salahkan jika ada 40 tenaga kebersihan rumah sakit yang mengundurkan diri karena ketakutan tertular corona Covid-19, sehingga beban membersihkan rumah sakit harus diampu para tenaga medis.

"Kami tidak meminta fasilitas nyaman, tapi kami minta penuhi saja standar keamanan supaya penularan tidak semakin luas. Sebelum efektif jadi RS Covid-19, ada sekitar 40 orang mundur kerja. Akibatnya kami yang harus membuang sendiri sampah medis dengan APD, bayangkan harus berjalan sampai ke IPAL," jelasnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:


Klaim Kepala Dinas Banten

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) sekaligus juru bicara (Jubir) Gugus Tugas Covid-19 Banten, Ati Pramudji, mengaku memang tidak memberlakukan 14 hari kerja dan 14 hari karantina bagi tenaga medis yang mengobati dan merawat pasien Corona covid-19 di RSUD Banten.

"Sebelumnya akan dilakukan konsep karantina seluruhnya, artinya 2 minggu tugas jaga, 2 minggu karantina. Akan tetapi, ada mazhab yang menyebutkan bahwa ketika zona sudah dipisahkan, yaitu satu zona infeksius dengan zona non infeksius, maka tidak perlu melakukan karantina selama 2 minggu pun itu masih aman. Apalagi selama melaksanakan tugasnya, para tenaga medis mengunakan APD secara lengkap," kata Ati, Kamis (26/03/2020).

Pihaknya pun mengklaim telah mempersiapkan Pendopo Lama Gubernur Banten sebagai tempat istirahat sekaligus karantina bagi tenaga medis yang bekerja merawat dan mengobati pasien Corona Covid-19 di RSUD Banten.

"Karena ada beberapa petugas yang ingin dikarantina atau tidak pulang ke rumahnya masing-masing, maka pihaknya menyediakan karantina atau ruangan untuk melakukan isolasi sendiri yaitu di Pendopo Lama yang telah dilengkapi tempat tidur, AC dan lain sebagainya," jelasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya