Tak Bisa Kerja dari Rumah, Buruh Merasa Jadi Tumbal Perusahaan

Berbagai fasillitas di sejumlah perusahaan tidak memenuhi unsur higienitas, sehingga dapat mengancam kondisi kesehatan para buruh.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mar 2020, 14:30 WIB
Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) saat menggelar aksi di Balaikota, Jakarta, Kamis (25/11). Dalam aksinya para buruh menuntut pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz, mengatakan bahwa kaum buruh seolah-olah menjadi tumbal sejumlah perusahaan karena tetap diharuskan untuk masuk kerja, di saat wabah Corona Covid-19 melanda berbagai daerah di Indonesia.

"Kami para buruh yang menjadi tumbal, tidak ada libur," keluh Aziz saat dikonfirmasi Merdeka.com pada Jumat (27/3/2020).

Pasalnya, sejumlah perusahaan dikatakan masih belum mengikuti instruksi pemerintah untuk menerapkan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH), sehingga kaum buruh berisiko tinggi tertular oleh virus Corona Covid-19 akibat kontak langsung di area kerja.

Selain itu, ia menyebut berbagai fasillitas di sejumlah perusahaan tidak memenuhi unsur higienitas, sehingga dapat mengancam kondisi kesehatan para buruh. Seperti bus operasional perusahaan berkapasitas 55 penumpang, setiap harinya terisi penuh oleh buruh yang bekerja.

"Itu di kawasan industri daerah Tangerang," kata Aziz.

FSPMI sebagai serikat buruh mengaku telah mengusulkan ke pihak perusahaan untuk sementara waktu meliburkan atau mempekerjakan karyawan dengan sistem WFH. Namun, hingga saat ini Aziz menyebut masih menemui jalan buntuh.

Untuk itu pemerintah diharapkan melakukan lobi guna menekan perusahaan yang masih mewajibkan para buruh tetap bekerja tanpa sistem WFH, karena dinilai membahayakan nyawa buruh.

"Jangan sampai negara gagal melindungi warganya," pungkas dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


Buruh Rentan Terkena Corona

Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggelar aksi di depan kantor BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis, (4/6/2015). Mereka menolak iuran sebesar 1,5 persen sesuai usulan Apindo. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan, industri manufaktur maupun transportasi daring (online) yang jumlah pekerjanya lebih dari 40 juta orang di seluruh Indonesia, belum meliburkan pekerja atau memberlakukan work from home (WFH).

Padahal, beberapa kepala daerah dan presiden sudah menyampaikan imbauan agar masyarakat tetap berada di dalam rumah. Namun fakta di lapangan, imbauan ini tidak dijalankan oleh para pengusaha karena masih mewajibkan para buruh untuk bekerja.

“Imbauan untuk work from home hanya menjadi macan kertas dan tidak berdampak. Terbukti, masih banyak perusahaan yang tetap beroperasi," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, Selasa (24/3/2020).

“Padahal, ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk meliburkan para buruhnya,” lanjut Said Iqbal.

Menurut dia, para buruh sangat rentan terpapar Corona Covid-19. Sehingga, saat banyak buruh yang terinfeksi, maka perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk.

Untuk itu, KSPI meminta pemerintah menindak tegas perusahaan swasta dan transportasi daring (online) yang tidak meliburkan pekerja dalam jangka waktu tertentu (dengan tetap membayar upah secara penuh).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya