Cerita WNI tentang Cara Singapura Hadapi Pandemi COVID-19

Seorang WNI yang tengah menjalani masa karantina mandiri di Singapura berbagi pengalaman bagaimana negara itu menghadapi ancaman COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 29 Mar 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi Singapura (AP/Wong Maye-E)

Liputan6.com, Jakarta AIC, warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Singapura saat ini berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) usai dirinya masuk ke negara tersebut di tengah pandemi global COVID-19.

Kepada Health Liputan6.com pria berusia sekitar 56 tahun itu mengungkapkan bahwa setiap pendatang dari luar Singapura namun tidak terjangkit COVID-19 tetap harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.

"Dimonitor sehari tiga kali untuk temperatur dan tatap muka dengan video oleh petugas dari Kementerian Kesehatan," kata AIC lewat pesan tertulisnya pada Minggu (29/3/2020).

Dia menceritakan, setiap ODP akan didaftar oleh petugas dari Kemenkes setempat. Mereka lalu didatangi untuk pemeriksaan serta diberikan dokumen perjanjian yang menyatakan kesiapannya untuk melakukan isolasi mandiri. Apabila melanggar, mereka bisa terancam hukuman.

"Juga diberikan form isian dan akan dicek melalui video call dan melaporkan kalau ada gejala tidak enak badan, serta diberikan kontak telepon yang harus dihubungi," ungkapnya.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini


Harus Lapor Petugas Saat Sakit

Seorang wanita duduk di Marina Bay di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

AIC mengatakan, apabila ODP mengalami sakit tertentu ketika pemeriksaan secara mandiri, dia harus melaporkan diri ke petugas.

"Kalau tidak enak badan juga lapor ke nomor tertentu untuk minta izin. Kalau tidak bisa keluar karena demam tinggi akan dijemput dengan ambulans, yang penting harus lapor dulu, tidak boleh inisiatif bertindak sendiri," katanya.

Mereka baru boleh mengunjungi fasilitas kesehatan sendiri namun harus ada keputusan dari petugas setempat.

Sementara, bagi masyarakat biasa yang bukan ODP, mereka boleh mengunjungi klinik-klinik biasa. Namun, dia akan mendapatkan pemeriksaan dan diberikan pertanyaan soal kontak atau riwayat perjalanan.

"Dokter yang akan menentukan kemudian dan diberikan izin sakit lima hari untuk monitor. Itu sih berjalan normal. Hanya monitornya lebih detil terutama kalau ada indikasi demam dan batuk-batuk."


Penerapan Jaga Jarak di Singapura

Seorang pengunjung, yang mengenakan masker pelindung di tengah kekhawatiran tentang penyebaran Virus Corona COVID-19, berjalan di sepanjang Merlion Park di Singapura pada 17 Februari 2020. (Roslan RAHMAN / AFP)

AIC mengatakan bahwa meskipun dalam kondisi karantina, tidak sepenuhnya Singapura di-lockdown. Toko-toko kebutuhan pokok masih buka meski beberapa sudah membatasi jumlahnya.

"Sebagian masyarakatnya lebih cenderung memesan online," ujarnya. Sementara kantor-kantor hampir tiga minggu hingga satu bulan menerapkan kerja dengan pengaturan tertentu.

AIC mengatakan, orang-orang tidak keluar dilarang rumah asal menerapkan jaga jarak. Apabila mereka mengunjungi restoran pun juga harus duduk berjarak dan selang seling.

"Relatif masyarakat rutin aktivitas biasa, olah raga dan kantor, hanya memang jumlah orang di luar berkurang sekitar 50 persen lah karena jumlah pelancong jauh turun bahkan tidak ada karena kewajiban isolasi," ujarnya.

Pria yang bekerja untuk sebuah industri di Singapura itu mengungkapkan, pemerintah setempat menjanjikan adanya kompensasi finansial apabila mereka yang diisolasi adalah seorang pekerja di perusahaan atau pekerja lepas.


Andalkan Layanan Pesan Makanan

Para wisatawan mengunjungi Taman Merlion di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

Dia menambahkan dirinya belum melihat adanya penyemprotan desinfektan besar-besaran seperti di Indonesia. Namun, memang di banyak tempat disediakan hand sanitizer oleh pemilik gedung atau tempat umum.

Untuk mengisi kesehariannya selama karantina, AIC mengatakan dia mengandalkan pemesanan makanan secara daring karena tidak ada alternatif lain. Selain itu, karena sebelumnya dia sudah sering bekerja dari rumah, maka tak ada masalah dalam rutinitas tersebut.

"Jadi bisa bekerja di rumah, beribadah dan doa, dan nonton TV, WA Wa (menghubungi) keluarga dan temanlah," katanya. Tak lupa ia juga berolahraga ringan agar tetap aktif dan mendapatkan sinar matahari.

AIC selalu berpesan kepada keluarganya di Indonesia untuk tetap saling menjaga dengan tidak bepergian kemana-mana dan tetap di rumah. "Saling menjaga dan monitor setiap anggota keluarga lainnya. Pokoknya pilihan terbaik ya stay home."

"Kontrol suhu sehari tiga kali, kalau ada kenaikan lebih dari 37 derajat segera ke klinik. Makan yang cukup dan olah raga pagi sesuai rekomendasi dari ahli-ahli," pungkasnya. Di sisi lain, sama seperti orang pada umumnya, AIC juga berharap agar pandemi ini cepat berlalu dan situasi kembali pulih.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya