Tingkat Kematian Akibat Virus Corona COVID-19 Italia Tertinggi di Dunia, Ternyata Ini Penyebabnya

Angka kematian akibat Virus Corona COVID-19 di Italia kini menjadi yang tertinggi yaitu 10.779.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 30 Mar 2020, 16:26 WIB
Konvoi truk militer yang membawa peti mati berisi jasad korban virus corona COVID-19 dari Bergamo tiba di Ferrara, Italia, Sabtu (21/3/2020). Pemindahan ini dilakukan karena kamar jenazah Bergamo telah mencapai kapasitas maksimum. (Massimo Paolone/LaPresse via AP)

Liputan6.com, Roma - Jumlah kematian Italia akibat Virus Corona COVID-19 sekarang menjadi yang tertinggi di dunia, yaitu pada angka 10.779.

Kematian melewati tonggak suram pada hari Sabtu, dengan peningkatan 889 sejak angka terakhir dirilis pada hari Jumat, menurut Badan Perlindungan Sipil, Italia.

Dengan 92.472 kasus yang dikonfirmasi, Italia tampaknya memiliki tingkat kematian tertinggi di dunia. Demikian seperti dilansir dari CNN, Senin (30/3/2020). 

Jika dibandingkan dengan China, di mana pandemi bermula, negara tersebut memiliki jumlah kasus yang tidak terlalu jauh perbedaannya yaitu 82.149, tetapi di tingkat kematiannya hanyalah sepertiga dari Italia. 

Memang Italia sekarang memiliki jumlah kasus terkonfirmasi tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat, yaitu 142.502. Tetapi AS memiliki sebagian kecil dari kematian, yaitu hanya lebih dari 2.500.

Italia kini memang sudah memasuki aturan lockdown di minggu keenam, namun belum ada tanda-tanda penurunan angka kasus. Lalu pertanyaan yang tentu muncul di benak banyak orang, mengapa tingkat kematiannya menjadi yang paling tinggi di dunia? 

Para ahli mengatakan hal itu terjadi karena kombinasi faktor, seperti populasi lansia besar di negara itu yang lebih rentan terhadap virus, dan metode pengujian yang tidak memberikan gambaran lengkap tentang infeksi.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Usia Rentan

Ilustrasi lansia (iStock)

Salah satu faktor yang memengaruhi tingkat kematian negara itu mungkin usia penduduknya - Italia memiliki populasi tertua di Eropa, dengan sekitar 23% penduduk 65 atau lebih, menurut The New York Times.

Usia rata-rata di negara ini adalah 47,3, dibandingkan dengan 38,3 di Amerika Serikat, seperti dilaporkan New York Times. 

Banyak kematian di Italia terjadi pada orang-orang yang berusia 80-an, dan 90-an, populasi yang diketahui lebih rentan terhadap komplikasi parah dari Virus Corona COVID-19.

Terlebih lagi, orang dewasa yang lebih tua tampaknya merupakan proporsi kasus yang lebih besar di Italia, dengan sekitar 37% kasus berusia 70 dan lebih tua, dibandingkan dengan 12% kasus di China. 

Angka kematian secara keseluruhan akan selalu tergantung pada demografi populasi, kata Aubree Gordon, seorang profesor epidemiologi di Universitas Michigan. Dalam kasus ini, angka kematian yang dilaporkan bukanlah "usia yang distandarisasi," yang merupakan cara untuk menyesuaikan demografi yang mendasari suatu populasi, katanya.

Mengingat populasi Italia yang lebih tua, "Anda akan mengharapkan tingkat kematian mereka rata-rata lebih tinggi, semua lainnya dianggap sama," dibandingkan dengan negara dengan populasi yang lebih muda. 


Sistem Kekebalan yang Rendah

Ilustrasi bersin (Sumber: iStockphoto)

Selain itu, seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan juga sangat berpengaruh termasuk penyakit yang mendasari seperti kanker atau diabetes. 

Menurut Krys Johnson seorang ahli epidemiologi di Temple University College of Public Health, kondisi seperti itu juga membuat orang lebih rentan terhadap penyakit parah akibat Virus Corona. 

Katanya lagi, masalah ini kemudian ditambah lagi dengan banyaknya orang di daerah tertentu yang memerlukan perawatan medis dan banyak pasien dengan penyakit parah yang membanjiri fasilitas medis. Ia menyatakan bahwa kasus seperti ini mungkin menjadi penyebab melonjaknya kasus di Wuhan. 

 


Angka yang Terdistorsi

Warga berjalan di sepanjang La Ramblas, Barcelona, Spanyol, Minggu (15/3/2020). Pemerintah Spanyol memberlakukan lockdown setelah negara berpenduduk 47 juta jiwa itu terdampak virus corona COVID-19 paling parah kedua di Eropa setelah Italia. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Jumlah kasus yang dikonfirmasi Italia adalah "tidak mewakili seluruh populasi yang terinfeksi," kata Dr Massimo Galli, kepala unit penyakit menular di Rumah Sakit Sacco di Milan. Figur aslinya adalah "jauh lebih banyak."

Hanya kasus-kasus yang paling parah yang sedang diuji, tambah Galli, dan bukan seluruh populasi.

Di wilayah Lombardy utara, yang memiliki sebagian besar kasus, sekitar 5.000 uji swab sedang dilakukan setiap hari, kata Galli. Dia menambahkan ini "jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan, dengan ribuan orang menunggu diagnosis di rumah mereka.

Hambatan utama bagi petugas kesehatan yang melakukan tes, adalah terbatasnya alat pelindung, katanya.

Dalam peringatan keras kepada negara-negara lain, Galli mengatakan: "Kami memiliki sistem perawatan kesehatan nasional yang bekerja dengan sangat baik, terutama di Lombardy - namun bahkan sistem kami telah terkena dampaknya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya