Liputan6.com, Jakarta - Bahagia adalah tujuan utama seluruh umat manusia, termasuk masyarakat Indonesia. Sayangnya, Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan yang mengganggu pencapaian kebahagian tersebut.
Beragam tantangan tersebut menghasilkan jurang yang memisahkan kualitas hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan spiritualitas. Butuh kesadaran dan peran aktif dari kita semua untuk mengatasi jurang-jurang tersebut.
Tahun ini United In Diversity Foundation (UID) kembali mengadakan Happiness Festival untuk mengajak masyarakat Indonesia mewujudkan dan merasakan kebahagiaan seutuhnya yaitu tak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain dan lingkungan.
Baca Juga
Advertisement
Dengan mengangkat tema “Indonesia Bahagia Lestari”, Happiness Festival 2020 mewakili mimpi untuk mewujudkan Indonesia yang bersatu dan bergotong-royong, memegang teguh kesejahteraan dan kebahagiaan untuk semua tanpa terkecuali.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan Happiness Festival di tahun ketiga ini dilakukan secara daring (online) dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam pencegahan penyebaran virus corona. Melalui kegiatan ini, #temanbahagia diajak untuk tetap terhubung secara sosial meskipun berjauhan secara fisik pada 28 Maret 2020.
Happiness Festival 2020 mengajak masyarakat untuk mengurangi jurang kesenjangan sosial di Indonesia, mewujudkan kehidupan kota dan desa yang lebih inklusif, berkelanjutan dan berbahagia, kembali mengenal diri sendiri dan memahami konsep kebahagiaan dari berbagai sudut pandang, serta berperan dalam menangani perubahan iklim sesuai dengan konteks kehidupan kota atau desa.
Hal ini dilakukan dengan mengangkat diskusi dengan tema seputar konsumsi yang berkesadaran, desa dan kota yang berkelanjutan serta Bhinneka Tunggal Ika untuk Indonesia yang bahagia dan lestari.
Pembicara yang mengisi sesi dalam Happiness Festival Webinar yaitu Singgih Kartono (Spedagi Movement), Gita Syahrani (Executive Director, Lingkar Temu Kabupaten Lestari), Yulianti Tanyadji (Principle dari Gappa Lab), Maria Margaretha (Public Campaign Specialist, WWF Indonesia), Nurdiana Darus (Head of Corporate Affairs & Sustainability Unilever Indonesia Foundation), Putri Febrilia (Co Founder The Bulkstore &Co), Alissa Wahid (Koordinator Nasional, Gusdurian Network), dan Ayu Kartika Dewi (Staff Khusus Presiden & Managing Director, Indika Foundation).
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menyebutkan masyarakat Indonesia dari berbagai agama, suku dan adat diikat oleh semangat keindonesiaan. Semua identitas keindonesiaan masyarakat Indonesia tak akan ada tanpa identitas atau keberagaman di Indonesia.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Beli yang Baik
Staf Khusus Presiden, Ayu Kartika Dewi menyebutkan masyarakat Indonesia sendiri masih memiliki definisi toleransi yang berbeda berdasarkan jenis tingkat keaktifan. Berbagai tingkatan itu yaitu merasa normal dengan adanya perbedaan, bahagia dengan perbedaan, merayakan perbedaan, dan melindungi perbedaan di level toleransi tertinggi.
"Skill toleransi itu dibutuhkan untuk bisa berkolaborasi dengan kelompok lain. Toleransi itu gabungan teori dan pengalaman. Nilai kemanusiaan adalah nilai universal yang mempersatukan kita. Kita harus berani untuk mengingatkan; kita mesti melindungi toleransi dengan cara-cara kita sendiri," tutur Ayu dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Kebahagian pun tak sekedar untuk manusia, tapi juga untuk alam yang menghidupi manusia. Pola produksi, distribusi, dan konsumsi barang saat ini juga ikut berkontribusi pada kerusakan flora dan fauna di dunia.
Satu cara yang bisa dilakukan untuk mencapai kebahagiaan yaitu dengan menerapkan pola sustainable consumption dalam hidup. Public Campaign Specialist World Wildlife Fund for Nature Indonesia (WWF-Indonesia), Margareth Meutia mengatakan pesan sustainable consumption bisa dijalankan dengan memahami setiap barang yang dibeli.
Ada enam pesan WWF-Indonesia dalam kampanye "Beli Yang Baik" yaitu beli yang perlu, beli yang lokal, beli yang alami, beli yang awet, beli yang ecoable, dan tau mau di bawa kemana limbahnya. Konsumen mesti rajin, cermat, dan proaktif saat membeli setiap barang dengan cara membaca petunjuk pemakaian dan keterangan pada kemasan barang.
Founder Spedagi Movement, Singgih Kartono mengatakan masyarakat Indonesia bisa menyadari masa depan yang bahagia dan lestari ada di sekitar rumah baik di desa maupun kota. Masa depan di sekitar rumah bisa dimulai dari melihat kesempatankesempatan yang bisa diwujudkan mulai dari pengolahan sampah, pemanfaatan halaman rumah, dan lainnya.
Advertisement
Indeks Kebahagiaan
"Di masa depan masyarakat kembali memilih tinggal di komunitas kecil, hidup dari sumbersumber lokal namun terbuka dan terhubung secara global, atau yang disebut dengan Slow, Open, Local, dan Connected atau SLOC. Kita bisa bikin sesuatu yang berkualitas di desa dengan segala kesederhaaannya," jelasnya.
Untuk memulai sesuatu inisiatif yang baik, Singgih menyebutkan kepercayaan diri itu sangat penting. Inisiatif yang baik bisa dimulai dari diri sendiri tanpa menunggu pihak yang lain. Harmoni antar hubungan sosial, lingkungan dan spiritual inilah yang menjadi kunci pencapaian kebahagiaan seutuhnya.
Ketiganya menjadi penentu apakah seseorang dapat benar-benar berbahagia; tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk orang lain dan tidak hanya untuk saat ini, namun juga untuk masa yang akan datang.
Dalam skala global, tingkat kebahagiaan negara-negara di dunia tercatat melalui World Happiness Report (WHR), yang merilis indeks kebahagiaan setiap tahunnya. Menurut laporan pada 2020, Finlandia, Denmark, Switzerland, Islandia dan Norwegia adalah lima negara paling bahagia dari 153 negara yang disurvei.
Jika mengambil rata-rata nilai indeks kebahagiaan dari 2017 hingga 2019, Indonesia berada pada posisi 84, tertinggal dari negara tetangga Singapura, Filipina, Malaysia dan Vietnam.
Meski begitu, melalui berbagi aksi kolaboratif semua elemen masyarakat, Indonesia dapat terus memperbaiki nilai index kebahagiaan. Untuk melakukan perubahan, semua pihak harus memulai dari diri sendiri, untuk kemudian dibawa menuju skala yang lebih besar di organisasi, komunitas, dan pada akhirnya di masyarakat. Karena pada akhirnya, kebahagiaan adalah tujuan setiap orang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement