4 Hal Terkait Pembatasan Sosial dengan Kebijakan Darurat Sipil

Menurut Jokowi, pembatasan sosial berskala besar tersebut juga perlu didampingi darurat sipil untuk mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 31 Mar 2020, 13:09 WIB
Presiden Joko Widodo meninjau ruang perawatan Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Presiden memastikan bahwa rumah sakit darurat ini siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19. (Kompas/Heru Sri Kumoro/Pool)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi terus melakukan berbagai langkah demi mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.

Baru-baru ini, Jokowi mengimbau agar physical distancing dilakukan dengan tegas serta lebih disiplin untuk menghindari semakin meluasnya wabah Corona Covid-19.

Namun, kata dia, pembatasan sosial berskala besar tersebut juga perlu didampingi darurat sipil.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi. Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas melalui video conference dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 30 Maret 2020.

Meski begitu, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menjelaskan, pemerintah masih mempertimbangkan penerapan kebijakan darurat sipil dalam menangani pandemi virus Corona Covid-19.

Berikut 4 hal terkait pembatasan sosial berskala besar yang disertai kebijakan darurat sipil cegah meluasnya Corona Covid-19 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Permintaan Jokowi

Presiden Joko Widodo merapihkan masker yang digunakannya saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Dalam kunjungannya Jokowi memastikan Rumah Sakit Darurat siap digunakan untuk menangani 3.000 pasien. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dalam menghadapi pandemi virus Corona Covid-19. Menurut dia, pembatasan sosial perlu didampingi kebijakan darurat sipil.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas melalui video conference dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 30 Maret 2020.

"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," sambungnya.

Jokowi meminta jajaran menterinya menyiapkan aturan pelaksanaan dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Aturan itu akan dijadikan panduan di level provinsi, kabupaten, dan kota.

Jokowi juga mengingatkan agar seluruh kepala daerah memiliki visi yang sama dalam menangani virus corona. Dalam hal ini, dia menegaskan bahwa karantina wilayah merupakan kebijakan pemerintah pusat.

"Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemerintah daerah," jelas Jokowi.

 


Masih Dipertimbangkan Pemerintah

Mantan aktivis Fadjroel Rahman meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (21/10/2019). Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menjanjikan bakal mengenalkan para calon menterinya hari ini atau sehari setelah pelantikan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menjelaskan, pemerintah masih mempertimbangkan penerapan kebijakan darurat sipil dalam menangani virus Corona Covid-19.

Menurut dia, penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang diambil pemerintah apabila kedepannya penyebaran virus corona semakin meluas.

"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan resminya.

Saat ini, kata dia, pemerintah menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus corona.

Selain itu, pemerintah juga masih mengupayakan kebijakan physical distancing atau menjaga jarak aman.

"Darurat sipil ini hanya persiapan saja bila keadaan sangat memburuk. Tahapan sekarang adalah PSBB sesuai UU Nomor 6/2018 dilengkapi Pendisiplinan Hukum sesuai Maklumat Kapolri pada 19 Maret 2020," ucap Fadjroel.

Fadjroel mengatakan bahwa Jokowi meminta agar kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan physical distancing dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif. Sehingga, dapat memutus mata rantai persebaran corona.

Dalam menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah akan mengedepankan pendekatan persuasif melalui kolaborasi Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, Kementerian Perhubungan, Polri/TNI, Pemda dan K/L terkait," jelas Fadjroel.

 


Langsung Dibahas Gugus Tugas Penanganan Covid-19

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyampaikan arahan penanganan virus Corona (COVID-19) untuk pemerintah daerah di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Senin (16/3/2020). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, saat ini pemerintah tengah menggodok aturan terkait kebijakan darurat sipil.

Pemerintah melibatkan pakar hukum dalam penyusunan aturan ini sehingga physical distancing dapat efektif dan dapat menekan penyebaran virus Corona.

"Aturan ini sedang dibahas, tentu pakar pakar dibidang hukum akan berada pada garis terdepan untuk bisa menghasilkan sebuah konsep yang mana kita bisa mengurangi risiko yang besar dan kita bisa meningkatkan kesadaran masyarakat," ujar Doni Monardo.

Kendati begitu, Doni tak menjelaskan apa pertimbangan dan konsekuensi apabila kebijakan darurat sipil diterapkan.

Menurut dia, masyarakat perlu disiplin menerapkan physical distancing di situasi pandemi Corona.

"Penegakkan hukum bukanlah yang terbaik, tetapi apabila harus dilakukan, tentu memenuhi beberapa faktor. Sekali lagi dalam menghadapi hal ini bagaimana kesadaran kolektif, yang diperlukan sekarang adalah disiplin dan disiplin," katanya.

"Tanpa disiplin pribadi mungkin kita akan kewalahan. Sekali lagi peningkatan disiplin ini penting. Mungkin bisa diimbangi penegakkan hukum bagi mereka yang tidak disiplin," sambung Doni Monardo.

 


Dikritik Koalisi Masyarakat Sipil

Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Miroslava Chrienova via Pixabay

Sejumlah Koalisi Masyarakat Sipil, mengkritik langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menetapkan status darurat sipil dengan pembatasan sosial yang akan disertai sanksi dalam pencegahan dan penanganan Corona Covid-19.

Mereka terdiri dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, dan KontraS.

"Koalisi mendesak pemerintah berpijak pada UU Karantina kesehatan. Koalisi menilai, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat sipil," tulis rilis Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima hari ini, Selasa (31/3/2020).

Menurut mereka, situasi negara di tengah pandemi virus Corona harusnya tetap pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Hal ini didasarkan karena Covid-19 merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit.

"Optimalisasi penggunaan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah Covid-19. jadi belum saatnya menerapkan keadaan darurat sipil," tegas mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya