Pemda Bisa Pakai Dana Tak Terduga dalam APBD untuk Tangani Corona Covid -19

Alokasi dana untuk belanja tidak terduga bisa dialirkan untuk pos biaya evakuasi pasien, termasuk pengurusan jenazah pasien COVID-19 dan pengadaan alat-alat evakuasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2020, 16:00 WIB
Petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengenakan pakaian pelindung khusus saat menangani pasien yang diduga terinfeksi Corona di Gedung Mawar RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta, Senin (2/3/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah daerah (pemda) bisa menggunakan alokasi dana untuk belanja tidak terduga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanggulangan COVID-19.

Ini diungkapkan Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA, dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Selasa, (31/3/2020).

Dia menjelaskan sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Daerah, alokasi dana untuk belanja tidak terduga dalam APBD bisa digunakan untuk membiayai penyelidikan kontak dekat, penyelidikan epidemiologis, pengadaan alat, dan pengupahan petugas dalam penanggulangan COVID-19.

"Kemudian di bidang pencegahan darurat dapat digunakan untuk pencegahan dan sosialisasi kepada masyarakat," kata Safrizal, seperti melansir laman Antara.

Selanjutnya, menurut dia, alokasi dana untuk belanja tidak terduga bisa dialirkan untuk pos biaya evakuasi pasien, termasuk pengurusan jenazah pasien COVID-19 dan pengadaan alat-alat evakuasi.

Dana tersebut juga bisa digunakan untuk pengadaan air bersih dan alat sanitasi, pengolahan limbah, pemenuhan kebutuhan pasien dan petugas medis, dan meningkatkan pelayanan kesehatan dalam upaya penanggulangan COVID-19.

"Seperti (pengadaan) ventilator, obat-obatan, disinfektan, dan juga termasuk uang lelah untuk petugas yang bekerja siang dan malam," kata Safrizal.

Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan pedoman bagi pemerintah daerah untuk mempercepat penanggulangan COVID-19, termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan pemerintah daerah, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, dan buku pedoman cepat.

"Buku sudah disebarkan dalam bentuk soft copy sebagai respons cepat dari Kemendagri... tim kami menyusun dan mengkompilasi praktik pengalaman di Wuhan yang disesuaikan dengan konteks Indonesia," kata Safrizal.


Karantina Mandiri oleh Daerah Dinilai Tak Efektif Cegah Corona

Penyebaran Virus Corona atau Covid-19 semakin meluas dan menjamah berbagai daerah di Indonesia. Penanganan pemerintah pusat yang dinilai lambat, membuat beberapa daerah mengambil keputusan untuk melakukan karantina wilayah secara mandiri, setidaknya untuk menekan persebaran Covid-19.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan langkah tersebut kurang efektif. Sebab, selain tidak dilakukan secara serentak, keputusan tersebut tidak didasari dengan perencanaan yang detail.

"Ya tidak efektif. Apalagi daerah-daerah yang menutup diri tersebut, saya baca di berita tidak dengan perencanaan yang mendetail. Tidak sesuai UU karantina," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (31/3/2020).

Menurut Piter, inisiasi daerah untuk melakukan karantina mandiri dikarenakan tidak adanya keyakinan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menangani wabah corona Covid-19. Bahkan pemerintah dinilai lambat dalam memberikan kepastian kebijakan.

"Saya kira fenomena daerah menutup diri ini adalah puncak gunung es yg diakibatkan lambatnya pemerintah mengambil langkah penanganan corona, yang benar-benar bisa memunculkan keyakinan masyarakat bahwa wabah akan bisa diatasi," jelas Piter.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya