Ragam Setelan Mesin di MotoGP, Pilih Screamer atau Bing Bang?

Awalnya mesin dengan karakteristik screamer digunakan hampir semua tim di MotoGP, tapi kini tren beralih ke big bang. Apa perbedaannya?

oleh Hendry Wibowo diperbarui 01 Apr 2020, 17:10 WIB
Mesin motor MotoGP dengan karakteristik big bang. (Istimewa)

Jakarta Tim-tim di MotoGP memiliki dua pedoman dalam meriset dan mengembangkan mesin. Dua pedoman yang dipilih yaitu screamer dan big bang.

Awalnya screamer sempat jadi pilihan banyak tim di MotoGP. Cara kerja mesin screamer yang memiliki dapur pacu empat silinder (V4) adalah tiap silinder-nya berputar setiap 180 derajat secara bergantian.

Perbedaannya dengan mesin big bang, meski sama-sama V4, masing-masing dua silinder berkerja silih berganti. Efeknya motor dengan mesin big bang punya daya cengkeram ban belakang lebih bagus.

Sebaliknya buat screamer, ledakan konstan di mesin motor dengan tipe ini membuat ban belakang mudah sliding. Alhasil mesin big bang lebih halus, beda dengan screamer yang liar.

Meskipun begitu, dua tipe mesin ini punya kelebihan masing-masing. Mesin screamer lebih kencang pada sektor lurus. Sedangkan big bang punya akselerasi bagus di tikungan yang tentu menguntungkan juga dipakai di MotoGP.


Pelopor Yamaha

Pebalap Movistar Yamaha, Valentino Rossi, mengalami kerusakan mesin pada lap ke-8 balapan MotoGP Italia di Sirkuit Mugello, Minggu (22/5/2016). (Bola.com/Twitter/Crashnet)

Jika melihat sejarah, Yamaha jadi pabrikan pertama yang memperkenalkan mesin motor big bang. Tepatnya tahun 2004, saat mereka kedatangan Masao Furusawa sebagai General Manager Yamaha.

"Kami buang jauh-jauh mesin screamer. Screamer bikin feeling pembalap terhadap ban enggak peka. Padahal, saat sesi balap, pembalap dituntut menentukan pilihan ban yang tepat," kata Masao Furusawa saat itu.

Dalam perjalanannya, mesin big bang Yamaha YZR-M1 bisa mengantarkan Valentino Rossi merasakan banyak kejayaan di MotoGP. Meskipun begitu, berulang kali, tim dengan mesin screamer mencuri titel juara dunia.

Sebut saja Casey Stoner saat juara dunia MotoGP 2007 bersama Ducati. Fakta ini terulang ketika ia jadi terbaik bersama Repsol Honda musim 2011.


Tren Berubah

Pembalap Repsol Honda, Marc Marquez, semakin kukuh di puncak klasemen sementara setelah menjuarai MotoGP Prancis 2019. (AFP/Jean-Francois Monier)

Namun seiring berjalan waktu dan banyaknya perubahan regulasi di MotoGP, membuat era kejayaan mesin screamer terkikis oleh big bang.

Penyebab paling dominan adalah saat Dorna sebagai penyelenggara mulai menerapkan satu ECU (Unit Kontrol Elektronik) untuk semua tim. Baik itu software maupun hardware.

Karakteristik ECU tunggal buatan Magnetti Marelli seakan sulit menyatu dengan mesin screamer. Perlahan, mulai banyak tim beralih ke mesin big bang.

Dari Ducati, Honda, sampai terbaru KTM. Kini semua tim pabrikan di MotoGP sudah memakai mesin big bang.

Sumber: Dari berbagai sumber 

Disadur dari Bola.com (Hendry Wibowo,published 1/4/2020)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya