Liputan6.com, Jakarta Ketua Satuan Tugas (Satgas) Darurat Penanggulangan Bencana Corona Covid-19 Bekasi, Tri Adhianto, menanggapi terkait penutupan jalan utama Perumahan Kemang Pratama, Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pasalnya, penutupan jalan itu banyak diprotes warga setempat.
Tri menjelaskan, penutupan akses jalan utama merupakan salah satu cara untuk membatasi pergerakan orang di tengah masa karantina lokal Perumahan Kemang Pratama.
Advertisement
"Jalan Kemang adalah jalan kolektor sekunder dalam kondisi tertentu. Masih sangat memungkinkan untuk dilakukan penutupan dalam rangka kita menghadapi wabah yang sangat serius," kata mantan Kepala Dinas PUPR Pemkot Bekasi itu saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (1/4/2020).
Wakil Wali Kota Bekasi itu berujar, jalan di perumahan Kemang selama ini menjadi magnet tersendiri bagi orang-orang dari luar perumahan yang melakukan perjalanan. Pergerakan inilah yang dianggap membahayakan karena dapat mempermudah penularan virus Corona.
"Sangat membahayakan pertukaran kedatangan orang luar ataupun yang hanya melintas. Melihat kondisi lalu lintas yang tidak macet, memang diharapkan berputar. Kita upayakan kepentingan yang lebih besar," jelasnya.
Tri menyebut karantina lokal di Perumahan Kemang Pratama, secara prosedur berbeda dengan Perumahan RSS Rawalumbu yang sejak awal tidak dikelola pengembang. Oleh karena itu, penutupan jalan di RSS Rawalumbu hanya dilakukan di portal yang menjadi akses keluar masuk kampung.
"Rawalumbu tidak dibawah kendali, artinya sejak awal memang tidak dikelola pengembang. Dibutuhkan kesabaran dan pengorbanan semua pihak," ungkapnya.
Tri berharap penutupan akses jalan utama perumahan Kemang Pratama efisien dalam membatasi mobilisasi masyarakat pada kegiatan-kegiatan yang tidak bersifat urgent.
"Harus kita batasi pergerakan orang, supaya warga yang memang tidak penting, untuk tidak melakukan perjalanan," imbuhnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Protes Warga Kemang
Sementara, protes terus disuarakan warga Kemang Pratama. Warga menilai ada cara lain yang lebih efektif dalam upaya penanggulangan wabah Corona, ketimbang menutup akses jalan utama.
"Bisa pasang spanduk yang banyak, jangan berkumpul, jaga jarak, sweeping orang-orang yang pada ngumpul, pakai aparat juga untuk back up. Pokoknya diedukasi. Itu jauh lebih elegan daripada menutup jalan," kata Dewo Nugroho, salah satu warga Kemang Pratama.
Menurutnya, penutupan akses jalan sejauh ini justru memicu kerumunan akibat antrean panjang pengendara yang memilih melewati jalan kampung.
"Mereka yang naik motor seperti ojol dan lainnya yang dari Pekayon, malah masuk sampai kampung-kampung, terus macet di pintu curut yang depan pos masuk. Karena mereka cari jalan tikus, jadi numpuk, ini yang nggak dipikirkan," papar Dewo.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, ia khawatir warga akan kehilangan kesabaran dan memicu terjadinya chaos. Karena itu ia meminta kebijakan penutupan akses jalan segera dicabut, dan diganti dengan cara yang lebih mengedukasi warga.
"Orang Indonesia harus diedukasi. Kalau cuma ditutup tahunya mempersulit, nanti lama-lama malah chaos. Sore kemarin dan tiap waktu yang laporan banyak di depan pintu masuk Narogong," tandasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani PP Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), untuk penanggulangan virus Corona Covid-19. Di situ dijelaskan pemerintah daerah bisa mengambil tindakan pembatasan skala besar, namun harus dengan persetujuan Menteri Kesehatan.
Adapun pembatasan sosial yang dimaksud, yakni membatasi pergerakan orang dan barang ke provinsi, kabupaten atau kota.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk memberlakukan kebijakan ini. Utamanya adalah wilayah tersebut memiliki jumlah kasus dan kematian akibat Corona yang meningkat secara signifikan.
Selain itu, dalam melakukan karantina, Pemda juga harus memerhatikan kebutuhan dasar masyarakat sebagaimana diatur di ayat 3, yakni untuk kesehatan, pangan dan kebutuhan sehari-hari.
Advertisement