Liputan6.com, Jakarta - Kepala World Bank dan International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan perlunya memberikan bantuan utang kepada negara-negara miskin yang terkena pandemi virus corona.
Melanair dari laman Aljazeera, Kamis (2/4/2020), IMF dan World Bank telah meluncurkan kebijakan darurat untuk menawarkan hibah dan pinjaman kepada negara-negara anggota, dengan fokus besar pada negara-negara berkembang dan pasar negara berkembang, yang beberapa di antaranya sudah dalam kesulitan utang. Mereka juga telah meminta kreditor bilateral resmi untuk memberikan keringanan utang sesegera mungkin bagu negara-negara termiskin di dunia.
Advertisement
"Negara-negara miskin akan menerima pukulan paling berat, terutama yang sudah terlilit hutang sebelum krisis," kata presiden World Bank, David Malpass.
"Banyak negara akan membutuhkan pengurangan utang. Ini adalah satu-satunya cara mereka dapat memusatkan sumber daya baru untuk memerangi pandemi dan konsekuensi ekonomi serta sosialnya," imbuhnya dalam sebuah pernyataan tertulis.
Malpass mengatakan World Bank memiliki operasi darurat yang sedang berjalan di 60 negara, dan para dewan sedang mempertimbangkan 25 proyek pertama senilai hampir USD 2 miliar di bawah fasilitas jalur cepat USD 14 miliar untuk membantu mendanai kebutuhan perawatan kesehatan akibat virus corona.
Kerjasama dengan 35 Negara
World Bank juga bekerjasma dengan 35 negara untuk mengalihkan sumber daya yang ada sebagai upaya mengatasi pandemi, dengan hampir USD 1 milyar dari proyek-proyek tersebut telah disetujui. Secara keseluruhan, World Bank berencana untuk menggelontorkan USD 160 milyar selama 15 bulan ke depan.
Malpass mengatakan IMF dan Bank Dunia akan menyiapkan rencana bersama untuk pengurangan utang dalam pertemuan virtual yang akan diselenggarakan pada musim semi yang berlangsung di bulan April.
"Negara-negara termiskin menghadapi pembayaran layanan utang bilateral resmi USD 14 miliar pada tahun 2020, termasuk pembayaran bunga dan amortisasi," kataMalpass.
Direktur pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, memperingatkan bahwa setengah dari negara-negara berpenghasilan rendah sudah dalam kesulitan utang yang tinggi, dan banyak yang akan bergantung pada kreditur resmi.
Georgieva mengatakan sudah ada diskusi di antara negara anggota G20, dan juga di Paris Club. Namun, dia mencatat akan ada juga peran kreditur swasta, seperti yang terjadi selama krisis keuangan global pada 2008-2009 lalu.
"Semakin cepat kita melakukannya, semakin baik," kata Georgieva.
Advertisement