OPINI: Social Distancing, Perubahan Sosial Lewat Komunikasi Digital Menghadapi Wabah Corona Covid-19

Maraknya penyebaran virus corona covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat yang salah satunya didukung dengan teknologi komunikasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Apr 2020, 19:37 WIB
Sejumlah masyarakat melakukan jaga jarak aman di area publik di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (18/3-2020). Jaga jarak atau prosedur social distancing measure harus diterapkan kepada masyarakat yang masih melakukan aktivitas di luar untuk memghindari penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta- Opini oleh Maria Fitriah, S. Sos., M. Si, Dosen sekaligus Ketua Program Studi Sains Komunikasi Universitas Djuanda Bogor

 

Maraknya penyebaran virus corona covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat yang salah satunya didukung dengan teknologi komunikasi. Masyarakat dituntut bisa dan terbiasa. Perubahan terjadi pada cara berkomunikasi, cara berpikir, dan cara berperilaku manusia. 

Sebenarnya perubahan sosial ini lantaran pandemi corona covid-19 ini sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi melalui digitalisasi yang tanpa kita sadari sudah merealisasikannya.

Menurut Stephen W. Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication (Sendjaja, 2014), terdapat tiga pendekatan dalam berkomunikasi antarmanusia.

Yang pertama adalah Pendekatan scientific (ilmiah-empiris). Umumnya, pendekatan ini berlaku di kalangan ahli ilmu eksakta. Cara pandang yang menekankan unsur objektivitas dan pemisahan antara known (objek yang ingin diketahui dan diteliti) serta knower (subjek pelaku atau pengamat).

Lalu, ada Pendekatan Humanistic (Humaniora Interpretatif). Ini merupakan pendekatan dengan cara pandang yang mengasosiasikan dengan prinsip subjektivitas. Manusia mengamati sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya , membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang-orang di lingkungannya.

Yang ketiga adalah Pendekatan Social Sciences (Ilmu Sosial). Ini merupakan gabungan dari pendekatan scientific dan humanistic di mana objek studinya adalah kehidupan manusia, termasuk di dalamnya memahami tingkah laku manusia.

Tampak jelas bahwa manusia membutuhkan kesempatan secara langsung untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan di sekitarnya. Di sinilah terlihat kondisi pandemic corona Covid-19 jauh dari ideal hubungan manusia secara humanis.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

 


Penerapan Social Distancing, Interaksi Manusia, dan Komunikasi Digital

Sejumlah masyarakat melakukan jaga jarak aman di area publik di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (18/3-2020). Jaga jarak atau prosedur social distancing measure harus diterapkan kepada masyarakat yang masih melakukan aktivitas di luar untuk memghindari penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perlu direnungkan, social distancing atau menjaga jarak tidak membuat kita “mati gaya”. Hanya belum sepenuhnya terbiasa dalam keseharian hidup pada pengalihan ruang fisik ke ruang virtual. Komunikasi digital sangat dekat di sekitar kita yang sebenarnya berkontribusi besar.

Kita tetap bisa bersosialisasi melalui berbagai media di era globalisasi ini yang menuntut pada kecanggihan komunikasi digital untuk tetap berinteraksi sosial. Media-media yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai media pemasaran, media interaksi, media pembelajaran.

Jembatan komunikasi melalui media-media tersebut tentunya dapat memberikan edukatif, informatif, dan persuasif. Media yang dimaksud digunakan tanpa melakukan kontak fisik di antaranya   tik tok, twitter, facebook, instagram, line, dan whatsapp.

Bukankah ini sudah menjadi gaya hidup kita, termasuk orang Indonesia? Misalnya, kebiasaan bangun tidur langsung mencari gadgetnya meskipun sebatas cek pesan masuk, lihat status, dan lainnya.

Saat belum terjadi wabah pandemik Covid-19, kita seringkali disibukkan dengan aktivitas melalui komunikasi sosial yang di mana komunikasi dilakukan tidak harus kontak fisik atau tatap muka. Artinya masyarakat tetap bisa melakukan interaksi sosial dengan menggunakan teknologi komunikasi, terutama media sosial.

Kala itu sempat menjadi kekhawatiran, terutama untuk generasi penerus, dalam lunturnya keakraban secara langsung karena masing-masing seperti memiliki dunianya sendiri. Namun sekarang seolah melempar kesalahan pada kebijakan pemerintah dengan adanya pembatasan jarak sosial.

Teknologi saat ini sudah berkembang demikian pesat sehingga kita bisa tetap saling terhubung tanpa harus secara fisik berada di dalam ruangan atau tempat yang sama. Hal ini diungkap Ketua Tim Teknis Tanggap Covid-19 WHO, Dr Maria Van Kerkhove, seperti dikutip dari CTV News.


Social Distancing untuk Perangi Virus Corona

Sejumlah masyarakat melakukan jaga jarak aman di area publik di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (18/3-2020). Jaga jarak atau prosedur social distancing measure harus diterapkan kepada masyarakat yang masih melakukan aktivitas di luar untuk memghindari penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Mengacu instruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), himbauan social distancing diterapkan untuk memerangi penyebaran virus corona. Virus corona sangat mudah menular melalui tetesan atau percikan kecil air yang dikeluarkan seseorang saat bersin ataupun batuk.

Maka social distancing atau pembatasan sosial, dalam Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID-19 di Indonesia, adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah. Hal ini ditujukan pada semua orang di wilayah yang diduga terjangkit virus corona.

Penyebaran virus corona menjadi ancaman serius bagi dunia. Semakin meningkatnya pasien yang terkena virus corona, social distancing ini mengarahkan masyarakat mengurangi interaksi sosialnya dalam menghadapi pandemic Covid-19.

Pengurangan interaksi sosial melalui social distancing guna pencegahan penyebaran virus corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan penggunaan fasilitas umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam di rumah dengan melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From Home/WFH), dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan mata rantai penyebaran yang kian bertambah.


Jangan Terlalu Cemas

Social distancing ini lebih tepat menitikberatkan pada physical distancing. Kontak fisik secara langsung dengan jarak berdekatan dapat memberikan peluang penyebaran virus corona.

Sayang nampaknya kita mengalami kelemahan dalam memahami social distancing di hadapan publik sehingga seolah kita hilang peranannya sebagai makhluk sosial untuk berinteraksi dengan sesama. Hanya pemikiran manusia yang menjadi culture (budaya).

Dengan demikian, diharapkan kita hendaknya tidak terlalu cemas dengan perubahan yang terjadi dalam sosial saat ini yang awalnya karena tuntutan kondisi.

Interaksi kita memang terbatas pada jarak, namun tidak terbatas dalam berinteraksi meskipun ada kalanya akan lebih efektif jika dilakukan secara komunikasi langsung secara tatap muka dalam satu ruang (komunikasi interpersonal).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya