Pelaku Industri Khawatirkan Dampak Buruk Penundaan Aturan Validasi IMEI

Penundaan aturan validasi IMEI, menurut pelaku industri, akan membuka kembali keran impor ponsel ilegal.

oleh M Hidayat diperbarui 03 Apr 2020, 07:10 WIB
Validasi IMEI. Dok: Indonesia Technology Forum

Liputan6.com, Jakarta - Aturan validasi IMEI yang disepakati Kementerian Kominfo, Perdagangan, dan Perindustrian direncanakan akan mulai berlaku per 18 April. Artinya, aturan itu hanya sekitar dua pekan dari hari ini seharusnya akan berlaku efektif.

Mengusung skema white list, aturan ini akan memblokir ponsel ilegal atau BM (black market) yang IMEI-nya tidak terdaftar di pangkalan data SIBINA (sistem informasi basis data IMEI nasional) milik Kementerian Perindustrian.

Cakupan aturan ini juga termasuk wisatawan atau siapa pun yang membawa ponsel dari luar negeri tetapi menggunakan SIM operator seluler Indonesia.

Pada praktiknya, ponsel masih akan tetap berfungsi jika mereka tetap menggunakan SIM negara asal. Atau, orang yang bersangkutan harus terlebih dahulu mendaftarkan ponselnya di gerai Bea Cukai di terminal-terminal kedatangan internasional.

Sejauh ini, ketiga kementerian dan operator telah menyatakan kesiapannya. Hal ini diamini oleh Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kominfo, Janu Suryanto.

"Kemenperin pada dasarnya sudah siap. Hanya saja, kami masih menunggu perangkat CEIR (Central Equipment Identification Registration) sumbangan dari para operator anggota ATSI," ujar Janu dalam keterangan resmi kepada Tekno Liputan6.com.

Masing-masing operator, kata Janu, sudah memiliki alat tersebut dan seharusnya sudah dilelang sejak Selasa (24/3/2020) lalu.

"Rencananya alat ini akan diuji coba ketersambungannya pada 11 April mendatang," tutur Janu sembari meyakini tanggal berlaku efektif aturan ini tidak akan mundur. 


Pelaku Industri Smartphone Khawatir

IMEI. Liputan6.com/Isk

Namun para pelaku industri di Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) mengungkapkan kekhawatirannya. APSI mendengar desas-desus bahwa tanggal berlaku efektif aturan itu akan mundur karena pandemi Covid-19 hinga beberapa bulan ke depan.

Ketua Umum APSI, Hasan Aula, menilai sebenarnya tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaan aturan validasi IMEI. Menurut Hasan, sosialisasi rencana aturan validasi IMEI ini ke masyarakat sudah dilakukan dan mereka kini hanya mau membeli perangkat resmi.

"Ketika aturan itu diterapkan, masyarakat tidak perlu berbuat apa pun, karena ponsel lama baik ponsel resmi maupun BM yang sudah diaktifkan sebelum 18 April 2020, tidak akan mendapat dampak apa-apa," tutu Hasan.

Andi Gusena, Direktur Marketing Advan, juga mengungkapkan hal senada. Dia merasa khawatir aturan tersebut akan ditunda dan itu mungkin akan membuka kembali keran impor ponsel ilegal. Apalagi, menurut Andi, desas-desus penundaan tanggal berlaku efektif aturan itu mencapai hingga enam bulan.

"Bayangan, cerah ke depan bagi industri ponsel langsung pupus. Kebijakan itu sebaiknya langsung saja diterapkan jangan ditunda," kata Andi.

Sementara itu, Samsung Indonesia juga menyatakan dukungannya terhadap langkah konkrit menyetop peredaran ponsel ilegal di Indonesia.

"Samsung sebagai entitas bisnis yang menjalankan operasionalnya di Indonesia akan mengikuti kebijakan (validasi IMEI) Pemerintah Indonesia," tutur Denny Galant, Head of Product Marketing IT & Mobile Samsung Electronics Indonesia.

Selaras dengan beberapa pernyataan di atas, Aryo Meidianto selaku Public Relations Manager OPPO Indonesia berharap pemerintah terus memperketat aturan-aturan yang akan melindungi produsen yang sudah berinvestasi di dalam negeri.

"Aturan IMEI ini sudah merupakan langkah yang bagus yang dibuat pemerintah untuk melindungi ekosistem industri telepon selular, yang melengkapi peraturan terdahulu mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Validasi ini akan membuat industri telepon seluler kembali bergairah dan membuka lapangan kerja," kata Aryo.


Potensi kerugian

Petugas toko memindai IMEI handphone untuk didata di ITC Roxy Mas, Jakarta, Selasa (26/11/2019). Pemerintah melalui Kemendag, Kemenperin, dan Kemenkominfo menerbitkan regulasi pemblokiran ponsel ilegal melalui nomor IMEI yang disahkan pada 18 Oktober 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menyikapi isu ini, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyebut kebijakan validasi IMEI harus menjadikan perlindungan konsumen sebagai aspek prioritas, bukan semata kerugian negara. 

"Masyarakat harus memastikan ponsel yang akan dibelinya adalah ponsel legal dan jangan terima jaminan toko karena itu berarti ponsel BM," kata Tulus.

Data APSI memperkirakan hingga akhir 2019 pemerintah setiap tahunnya menderita kehilangan potensi pajak. Tak tanggung-tanggung, angkanya diprediksi mencapai Rp 2,8 triliun dengan perkiraan 11 juta unit ponsel BM.

Selain itu, kerugian juga diderita oleh 21 industri ponsel dalam negeri karena tidak mampu bersaing dengan ponsel BM yang harganya sekitar Rp 300.000 lebih murah dari harga ponsel lokal dan sebagian dari mereka kini tidak berproduksi.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail merespons kekhawatiran para pelaku industri. Dia menyatakan sejauh ini belum ada perubahan apa pun, termasuk mengenai tanggal berlaku efektir aturan validasi IMEI.

"Sejauh ini belum ada keputusan Pak Menteri (Johnny G Plate, Menkominfo) untuk mengubah jadwal (aturan validasi IMEI)," ujar Ismail.

(Why/Isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya