Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri mengaku pihaknya tak dilibatkan dalam pembahasan usulan Menkumham Yasonna Laoly soal pembebasan narapidana korupsi yang berusia lanjut di tengah wabah Corona.
Usulan tersebut dungkapkan Menteri Yasonna di depan anggota DPR sebagai tindak pencegahan penularan Covid-19 akibat Corona di lapas/rutan.
Advertisement
"KPK melalui Biro Hukum tidak pernah diminta pendapat tentang substansi dari materi yang akan dimasukkan dalam perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (4/4/2020).
Menurut dia, usulan Menkumham Yasonna sebaiknya perlu disampaikan terbuka kepada publik. Utamanya napi jenis kejahatan apa saja yang menyangkut pembebasan over kapasitas di lapas/rutan saat ini.
Namun, KPK tidak mendukung bila kebijakan itu turut berlaku bagi narapidana tindak pindana korupsi. Meski hal itu untuk mencegah penyebaran Corona di lapas/rutan.
"KPK berharap jika dilakukan revisi PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi para napi koruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat," tegas Ali.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Usul Yasonna
Sebelumnya, dalam rapat bersama Parlemen, Menkumham Yasonna mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Hal ini sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Menurut Yasonna, hal itu harus dilakukan demi menekan angka penularan Covid-19 utamanya di Lapas/Rutan yang diketahui padat karena over capacity.
Advertisement
4 Kriteria
Pertama, narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun yang sudah menjalani dua pertiga masa tahanan.
Kedua, usulan pembebasan itu berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi berusia 60 tahun ke atas (lanjut usia) dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
Ketiga, narapidana tindak pidana khusus pengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. Namun harus ada pernyataan dari rumah sakit.
Empat, narapidana warga negara asing (WNA) yang mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.