Miliki Kasus Tertinggi, Intel AS Tuduh China Tutupi Data Kematian Corona COVID-19

Seorang intelijen AS menuduh pihak China menutupi data kematian dari Corona COVID-19, mengingat angka kasus di AS kini sudah melebihi China.

Oleh DW.com diperbarui 04 Apr 2020, 15:15 WIB
Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Jakarta - Para pejabat intelijen AS dalam sebuah laporan khusus yang ditujukan kepada pemerintah, menuduh China telah menutupi tingkat penyebaran Virus Corona COVID-19 dan angka kematian yang sebenarnya.

Dilansir dari DW Indonesia, Sabtu (4/4/2020), pemerintahan Trump dikejutkan dengan meroketnya angka infeksi dan kematian akibat virus corona di Amerika Serikat, yang kini merupakan tertinggi di dunia. 

Bloomberg News mengutip tiga pejabat AS, yang menuntut agar namanya dirahasiakan, yang mengatakan bahwa angka infeksi dan kematian yang dilaporkan China tidak lengkap. Tetapi tidak ada rincian lebih lanjut tentang temuan intelijen itu. 

China membantah laporan intelijen AS itu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying mengatakan, negaranya telah secara "terbuka dan transparan" melaporkan luasnya wabah corona, dan balik menuduh Washington sedang berusaha "mengalihkan kesalahan."

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Skeptisisme Terhadap China dan Gedung Putih

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Sejauh ini, China telah melaporkan sekitar 82.000 kasus infeksi dan 3.300 kematian COVID-19. Sekarang, angka infeksi dan kematian di Amerika Serikat sudah jaiuh lebih tinggi daripada di China. 

Sampai Kamis (2/4), AS telah mencatat lebih dari 240 ribu angka infeksi Virus Corona dan lebih dari 8000 angka kematian, demikian menurut data dari Universitas Johns Hopkins. 

Sebelumnya, beberapa ahli kesehatan memang sudah menyatakan keraguan terhadap catatan infeksi dan angka kematian COVID-19 di China. Ketua Asosiasi Medis Dunia yang berpusat di Prancis, Dr. Frank Ulrich Montgomery menyebut angka dari China “tidak kredibel”. 

Tetapi dia mengakui bahwa negara-negara lain juga bekerja dengan angka-angka yang tidak pasti, karena data yang lebih baik sering tidak tersedia, atau karena tes corona sering tidak tepat. 

Presiden Donald Trump Rabu 1 April mengatakan dia belum membaca laporan intelijen terbaru itu, tetapi menyebut angka-angka China memang "tampak terlalu sedikit."


Politisasi Angka Infeksi dan Kematian

Han Yi, petugas medis dari Provinsi Jiangsu, bekerja di bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Masalahnya, pemerintahan Trump awalnya menganggap enteng cepatnya penyebaran COVID-19 di negaranya, bahkan sempat menyebutnya sebagai "virus China." Namun belakangan dan membuat AS menjadi pusat pandemi terbaru, setelah China, Italia dan Spanyol. 

Awal pekan ini, penasehat kesehatan pemerintahan Trump Deborah Birx mengatakan, China kemungkinan melaporkan angka-angka yang terlalu kecil, "setelah apa yang kita lihat terjadi pada Italia dan melihat apa yang terjadi pada Spanyol." 

Wakil Presiden AS Mike Pence juga menuduh China sudah lebih dulu mengetahui angka-angka dramatis, sebelum melaporkan tentang wabah itu bulan Desember tahun lalu kepada dunia. 

Sementara Senator Ben Sasse dari Partai Republik mengatakan bahwa "Partai Komunis (China) sudah berbohong."

"Klaim bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak kematian karena virus corona daripada China adalah salah," kata Ben Sasse dalam sebuah pernyataan. "Partai Komunis China telah berbohong, berbohong, dan akan terus berbohong tentang virus corona," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya