Canberra - Komisi Hak Asasi Manusia di Australia mengatakan satu dari empat orang yang melaporkan tindakan rasisme dalam dua bulan terakhir memiliki kaitan dengan pandemi Virus Corona COVID-19.
Berdasarkan data terakhir yang dilihat oleh ABC, bulan Februari mencatat laporan diskriminasi ras tertinggi hingga saat ini.
Seperti dilaporkan oleh ABC Indonesia, Sabtu (4/4/2020), sepertiga dari laporan di Februari tersebut terkait dengan virus corona, begitu juga seperempat laporan yang tercatat di bulan Maret.
Baca Juga
Advertisement
Di saat Australia sedang berperang melawan virus corona, yang wabahnya pertama kali berasal dari kota Wuhan, China, banyak komunitas keturunan Asia di Australia melaporkan serangan rasis terkait pandemi virus corona COVID-19.
Komisi HAM Australia mengaku telah menerima puluhan laporan resmi dari korban diskriminasi dan rasisme setiap bulannya, meski angkanya tidak dapat dimuat, karena persyaratan ketat untuk menjaga kerahasiaan.
Rani Pramesti, seorang seniman asal Indonesia yang kini bermukim di kota Melbourne, baru-baru ini mengalami serangan rasisme.
Kepada ABC, ia mengaku mendapat serangan kata-kata, saat ia mengajak jalan anjingnya, Rabu pagi (01/04).
Awalnya ia melihat seorang pria kulit putih di atas sepeda bergumam "walking your dog" (sedang membawa anjing rupanya).
Ketika Rani melihat pria tersebut, ia malah diteriaki "What are you looking at, you f***ing dumb gook?".
Arti dari teriakan tersebut adalah "apa yang kamu lihat? kamu orang asing bodoh."
Rani mengatakan baru pertama kalinya mengalami kejadian seperti itu, padahal ia sudah tinggal di kawasan perumahan tersebut selama tujuh tahun.
"Rasisme terkait COVID-19 adalah nyata dan membuat tidak aman bagi orang-orang dengan penampilan Asia," ujarnya.
"Tolong berhati-hati ketika menghubungkan COVID-19, khususnya dengan orang yang terlihat Asia. Virus ini tidak diskriminatif, malahan orang-orangnya."
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dipukul Karena Pakai Masker
Media di Australia telah melaporkan sejumlah insiden serangan berbau rasis sejak pandemi virus corona dimulai di Australia.
Dua perempuan di Sydney dilaporkan pernah diludahi dan seorang pelajar asal Hong Kong wajahnya dipukul di kota Hobart, karena ia menggunakan masker.
Komisioner Diskriminasi Ras di Australia, Chin Tan mengatakan diskriminasi yang berhubungan dengan COVID-19 kepada warga berlatar belakang Asia harus dikecam.
"Virus corona itu tidak ada kaitannya dengan ras atau kebangsaan, tidak juga rasa takut terhadap virus, atau frustasi akibat kesulitan yang kita hadapi, menjadi alasan untuk mendiskriminasi," tegasnya.
"Warga dari semua latar belakang kini sedang menghadapi krisis ini. Tidak ada satu grup yang kemudian menjadi sasaran, kita harus bersama-sama mengalahkannya."Perdana Menteri Australia, Scott Morrison dalam pernyataan pers, kemarin sore (02/04), telah memuji komunitas China dalam berkontribusi memerangi COVID-19.
"Komunitas keturunan China di Australia telah melakukan hal yang luar biasa di awal saat virus corona mulai menyebar," ujarnya.
"Mereka telah menjadi contoh awal bagi kita, saat dampaknya sekarang sedang dirasakan dan kita telah ambil tindakan."
"Mereka menunjukkan kepada warga Australia bagaimana cara menghadapinya. Saya mengucapkan terima kasih banyak untuk contoh yang telah ditunjukkan di awal-awal," tambahnya.
Advertisement
Berpengaruh Pada Kesehatan Mental
Seorang psikolog dari University of Queensland, Dr Michael Thai, mengatakan tindakan rasis anti-warga Asia saat pandemi virus corona telah berpengaruh pada kesehatan mental warga keturunan Asia di Australia.
"Mereka alami tingkat stress yang berlipat ganda, baik dari tekanan yang dirasakan oleh kita semua, juga stress tambahan karena menjadi korban rasisme, dituduh sebagai pembawa virus corona ke sini," ujarnya."Mengatasi stress ini adalah hal yang sangat sulit dilakukan."
Dr Thai mengatakan warga keturuan Asia di Australia sebaiknya membangun jejaring sosial untuk dapat mengurangi dampak psikologis yang disebabkan oleh diskriminasi rasial.
"Ada lebih banyak orang di luar sana yang memahami dan punya rasa kasih sayang dan akan mengatakan jika anda bukanlah penyebab virus corona," katanya.
Pernyataan soal virus corona oleh para pemimpin dan politisi dunia juga telah meningkatkan tindakan rasis kepada komunitas Asia, kata Dr Thai.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah berulang kali menyebut virus corona sebagai "virus Cina".
Di Australia, Senator Pauline Hanson mengatakan "kritikan terhadap orang yang menyebut COVID-19 sebagai virus Cina harus diserang balik".
Pauline juga berpendapat jika "sudah menjadi hal yang biasa untuk merujuk nama sebuah virus dari tempatnya berasal".
Padahal Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mengatakan dipilihnya nama penyakit COVID-19 dengan alasan agar tidak "merujuk pada lokasi geografis, hewan, individu atau kelompok orang".
Sementara itu, anggota parlemen Liberal di Australia, Gladys Liu, yang juga keturunan Asia, mengatakan "sangat kecewa dengan contoh-contoh tindakan rasis dalam komunitas".
Tapi ia juga mengaku "kebanjiran dengan cerita-cerita dari komunitas yang bersatu dan mendukung satu sama lain untuk melewati masa-masa yang sulit ini".
Gladys kini mendorong orang-orang yang menyaksikan tindakan rasis untuk melaporkannya kepada pihak berwenang.