Liputan6.com, Aceh - Aturan membatasi waktu aktivitas masyarakat di Aceh dengan memberlakukan "jam malam" telah dicabut sejak Sabtu (04/04/2020). Hal tersebut diumumkan secara resmi juga melalui maklumat bersama, persis seperti saat aturan tersebut dikeluarkan satu pekan yang lalu.
Melalui pernyataan resminya di media, Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, mengakui jika beleid tersebut dilakukan karena munculnya sejumlah keluhan dari masyarakat terutama yang membuka usaha di malam hari, serta kritikan dari lembaga nonpemerintah yang menilai aturan tersebut cenderung militeristis serta tidak dapat diukur keabsahannya. Karena itu, pemerintah Aceh melakukan evaluasi sebelum ketuk palu untuk mencabut aturan jam malam dilakukan kemarin.
Advertisement
Ironisnya, pencabutan aturan tersebut dirayakan dengan kemunculan sejumlah euforia berlebihan dan cenderung menabrak protokol pencegahan virus Corona Covid-19.
Pantauan Liputan6.com di kawasan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Minggu malam, mulai terlihat beberapa titik kumpulan di beberapa warung kopi yang tidak mengindahkan physical distancing atau memberlakukan jaga jarak secara fisik, selain itu, beberapa kawanan pengendara di bawah umur terlihat membentuk arak-arakan sepeda motor seperti lazimnya pemandangan yang ditemukan pada malam akhir pekan.
Menjawab fenomena ini, Saifullah menekankan bahwa masyarakat di Aceh mestinya tahu bahwa pencabutan aturan jam malam bukan berarti bahwa provinsi itu telah lepas dari ancaman virus yang telah membunuh lebih 50 ribu jiwa di dunia itu. Ia bahkan menyebut Aceh baru saja memasuki fase awal dari dampak yang akan ditimbulkan virus berkode SARS-CoV-2 itu.
"Kalau kita lihat pengalaman dari pelbagai negara termasuk di tanah air, itu biasanya memang, di tahap-tahap awal itu kasusnya tidak banyak, tetapi, seandainya upaya-upaya pencegahan itu bisa efektif, disiplin masyarkat, mengikuti setiap imbauan otoritas kesehatan, mengikuti protokol pencegahan itu relatif penyebarannya kecil, seperti, misalnya, Korea Selatan," ucao Juru Bicara Pemerintah Aceh itu, dihubungi Liputan6.com, Minggu sore (05/04/2020).
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Tetap Antisipatif
Di dalam maklumat bersama "pencabutan" aturan jam malam tersebut, ada salah satu poin yang mesti menjadi catatan penting bagi masyarakat terutama yang membuka usahanya di malam hari.
Bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi wajib mengikuti kaidah-kaidah physical distancing sehingga para pelanggan tidak berkumpul atau saling berdekatan.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol. Trisno Riyanto mengaku sadar jika pemberlakuan aturan jam malam telah berdampak kepada masyarakat yang membuka usaha di malam hari.
Namun, setelah aturan tersebut dicabut, masyarakat juga harus mawas diri dan tidak menyalahartikan beleid yang telah diambil oleh pemerintah itu dengan jalan berkumpul-kumpul kembali seperti biasa.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawasi melalui razia-razia kerumunan yang melibatkan pelbagai instansi terkait. Untuk itu, masyarakat diminta mau bekerja sama guna mengantisipasi segala kemungkinan selama masa pagebluk di Indonesia belum dinyatakan berakhir.
"Kurangi bepergian, tetap tinggal di rumah, sosial physical distancing, jaga jarak dan jangan berkerumun. Dan, kegiatan ekonomi harus tetap berjalan," jawab Trisno, sore kemarin.
Advertisement