BI Pastikan Inflasi dan Neraca Dagang dalam Kondisi Baik Meski Ada Corona

Neraca perdagangan dalam bulan Februari 2020 juga mencatat surplus USD 2,3 miliar, didorong ekspor batu bara, CPO, dan beberapa produk manufaktur.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Apr 2020, 16:00 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian global tengah merosot akibat pandemi corona covid-19, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, merebaknya pandemi covid-19 juga mendorong keluarnya investasi portfolio (capital outflows) dari Indonesia dalam jumlah besar danmemberi tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.

Namun demikian, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam rapat virtual dengan komisi XI DPR, membeberkan sejumlah indikator ekonomi dan keuangan lain masih relatif terjaga selama pandemi berlangsung.

"Sejumlah indikator ekonomi dan keuangan lain masih relatif terjaga. Inflasi pada Maret 2020 tercatat rendah, yaitu 0,10 persen secara bulanan atau 2,96 persen secara tahunan," jelasnya.

Kemudian, lanjut Perry, neraca perdagangan dalam bulan Februari 2020 juga mencatat surplus USD 2,3 miliar, didorong ekspor batu bara, CPO, dan beberapa produk manufaktur.

"Kondisi perbankan juga relatif baik pada Februari 2020, dengan rasio kecukupan modal (CAR) sekitar 22,4 persen dan kondisi likuiditas yang lebih dari cukup dengan rasio Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi sekitar 22,8 peesen," lanjut dia.

Sementara itu, menurut Perry, fungsi intermediasi masih belum berjalan kuat, tercermin dari rendahnya pertumbuhan DPK yang sekitar 7,7 persen maupun penyaluran kredit yang sebesar 5,9 persen, sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi.

Kemudian, sistem pembayaran baik tunai maupun non-tunai masih berjalan lancar.

"Pertumbuhan Uang Elektronik (UE) cukup tinggi, menunjukkan preferensi masyarakat ke ekonomi dan keuangan digital. Pememuhan kebutuhan uang tunai masyarakat juga berjalan lancar," kata Perry.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.


Inflasi Maret 2020 Tercatat 0,1 Persen, BI Sebut Terkendali

Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2020 tercatat 0,1 persen. Bank Indonesia menyatakan kondisi ini tetap rendah dan terkendali.

"Lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,28 persen (mtm)" kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Wijanarko dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (2/4/2020).

Perkembangan ini dipengaruhi kelompok volatile food dan administered prices yang mencatat deflasi. Lalu inflasi inti, di luar harga emas, yang tetap terkendali.

Melihat perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi IHK Maret 2020 tercatat tetap terkendali sebesar 2,96 persen (yoy). Sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan lalu sebesar 2,98 persen (yoy).

Inflasi inti secara umum tetap terkendali, meskipun secara bulanan meningkat. Inflasi inti tercatat 0,29 persen (mtm), meningkat dari inflasi bulan Februari 2020 sebesar 0,14 persen (mtm).

Peningkatan inflasi inti ini terutama disumbang oleh kenaikan harga emas perhiasan sejalan dengan kenaikan harga emas dunia. Secara tahunan, inflasi inti tercatat 2,87 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Februari 2020 sebesar 2,76 persen (yoy).

"Inflasi inti yang tetap terkendali tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi tetap terjaga," tutur Onny.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya