Liputan6.com, Jakarta - Sejak merebaknya pandemi corona covid-19, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat bauran semua instrumen kebijakan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Pada saat yang sama, BI juga mencegah pemburukan ekonomi lebih lanjut.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat virtual dengan komisi XI DPR, Senin (6/4/2020) mengatakan, berbagai penguatan bauran kebijakan telah diumumkan oleh Bank Indonesia.
Advertisement
Adapun bauran kebijakan Bank Indonesia tersebut terdiri dari aspek-aspek berikut ini:
Pertama, penurunan suku bunga BI Rate dua kali masing-masing 25 bps menjadi 4,50 persen. Kebijakan ini ditempuh konsisten dengan inflasi yang terkendali dan untuk mendukung momentum pemulihan ekonomi. Meskipun ruang penurunan suku bunga masih terbuka, Bank Indonesia akan berhati-hati sejalan dengan tekanan stabilitas nilai tukar Rupiah dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Kedua, meningkatkan intensitas intervensi di pasar untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah. Intervensi dilakukan baik melalui penjualan valuta asing secara spot dan forward dengan transaksi DNDF, maupun dengan pembelian SBN dari pasar sekunder.
Intervensi di pasar valuta asing dan SBN tersebut dikarenakan tekanan Rupiah terutama berasal dari besarnya pembelian valuta asing oleh investor asing yang melakukan penjualan SBN karena kepanikan dan keketatan dolar di pasar keuangan global.
"Selama tahun 2020 Bank Indonesia telah membeli SBN dari pasar sekunder sekitar Rp 166 triliun, sebagian besar diantaranya pada periode merebaknya Covid-19. Pembelian SBN dari pasar sekunder juga sebagai langkah sterilisasi terhadap penjualan valuta asing sehingga menambah likuiditas Rupiah di pasar uang dan perbankan," ujar Perry dalam paparannya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Perluas Instrumen
Ketiga, memperluas instrumen dan transaksi di pasar uang dan pasar valas. Hal ini dilakukan untuk mendorong para investor asing lebih banyak melakukan lindung nilai terhadap risiko nilai tukar Rupiah melalui transaksi DNDF sehingga mengurangi transaksi spot dan tekanan terhadap Rupiah.
"Sejumlah langkah telah dilakukan, yaitu perluasan transaksi underlying yang mencakup pula rekening Rupiah (vostro) yang dimiliki investor asing, pelonggaran ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN)yang mencakup pula transaksi DNDF, serta mendorong investor asing untukmenggunakan pula kustodi bank-bank domestik selain bank-bank asing," kata Perry.
Selain itu, lanjutnya, Bank Indonesia juga memperbanyak transaksi swap valas (FX swap) dengan tenor 1,3,6, dan 12 bulan dengan lelang setiap hari. Lelang term-repo juga disediakan untuk kebutuhan likuiditas perbankan setiap hari dengan tenor sampai dengan 12 bulan.
Keempat, meningkatkan injeksi likuiditas di pasar uang dan perbankan agar dapat mendorong pembiayaan bagi dunia usaha dan ekonomi.
"Sejauh ini, Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas Rupiah ke pasar uang dan perbankan hampir Rp 300 triliun. Hal ini dilakukan melalui pembelian SBN dari pasar sekunder yang menambah likuiditas Rupiah sebesar Rp 166 triliun seperti dikemukakan di atas. Bank Indonesia juga menyediakan likuiditas kepada perbankan lebih dari Rp 56 triliun melalui mekanisme term-repo dengan underlying SBN yang dimilikinya," beber dia.
Bank Indonesia juga kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 50 bps yang menambah likuiditas sekitar Rp 22 triliun, efektif 1 April 2020 yang lalu, setelah penurunan GWM tahun lalu dan pada awal tahun yang menambah likuiditas sekitar Rp 53 triliun. Untuk menambah likuiditas valas perbankan, Bank Indonesia juga menurunkan GWM valas sebesar 4 persen atau sekitar USD 3,2 miliar agar mengurangi keketatan dolar di pasar dan karenanya membantu stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Advertisement
Pelonggaran LTV
Kelima, pelonggaran kembali kebijakan makroprudensial untuk mendorongperbankan dalam pembiayaan dunia usaha dan ekonomi. Setelah tahun 2019 melakukan pelonggaran ketentuan rasio Loan-to-Value (LTV) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) untuk mendorong perbankan dalam penyaluran kredit, pada RDG 19-20 Februari 2020 Bank Indonesia kembali melonggarkan RIM untuk mencakup pula sumber pendanaan dan penyaluran pembiayaan perbankan melalui kantor-kantor bank nasional di luar negeri.
Selain itu, Bank Indonesia mendorong agar perbankan mempergunakan penurunan GWM Rupiah yang efektif 1 April 2020 tersebut untuk pembiayaan kepada dunia usaha khususnya untuk ekspor-impor maupun untuk UMKM dalam rangka memitigasi dampak Covid-19.
Karantina Uang
Keenam, memastikan kelancaran dan keamaan sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai untuk mendukung berbagai transaksi ekonomi dan keuangan yang dilakukan masyarakat dan dunia usaha melalui perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
"Untuk mencegah penyebaran Covid-19 melalui peredaran uang, Bank Indonesia melakukan karantina terhadap setoran uang dari perbankan dan menggantikannya dengan uang cetak baru yang higenis, bekerja sama erat dengan perbankan dan asosiasi sistem pembayaran" ujar Perry.
Volume dan tingkat penyediaan uang di perbankan dan mesin-mesin ATM juga diperbesar agar kebutuhan masyarakat tetap dapat dipenuhi dan tidak terpengaruh oleh pembatasan sosial dalam rangka pencegahan Covid-19. Bank Indonesia bersama perbankan dan asosiasi sistem pembayaran juga mendorong masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksinon-tunai seperti Uang Elektronik, mobile maupun internet banking.
Advertisement