Derita Pengelola Mal Hadapi Gempuran Virus Corona

Sejumlah mal di kota-kota terpaksa harus tutup sebagai dampak dari penyebaran virus corona.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 06 Apr 2020, 20:36 WIB
Pengunjung berada di salah satu pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta, Minggu (15/3/2020). Ditengah maraknya wabah COVID-19, beberapa pusat perbelanjaan masih normal didatangi masyarakat untuk sekedar berbelanja atau menghabiskan waktu di akhir pekan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Pengunjung berada di salah satu pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta, Minggu (15/3/2020). Ditengah maraknya wabah COVID-19, beberapa pusat perbelanjaan masih normal didatangi masyarakat untuk sekedar berbelanja atau menghabiskan waktu di akhir pekan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah mal di kota-kota besar mulai tutup sebagai dampak dari penyebaran Virus Corona (COVID-19). Namun tidak sedikit mal yang tetap menjalankan usahanya mengingat banyak tenant yang tetap beroperasi melayani konsumen melalui jalur online atau pesan antar.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan saat ini pengelola mal tengah memikul beban berat.

Akibat sepinya pengunjung banyak tenant yang akhirnya memilih tak beroperasi. Padahal pengelola mal ini juga dihadapkan pada banyak kewajiban. Seperti biaya operasional, listrik, tenaga kerja hingga beban pinjaman kepada pihak ketiga.

"Bisnis mal termasuk salah satu sektor yang terkena dampak berat akibat pandemi COVID-19. Apalagi jika mereka punya kewajiban dalam bentuk dollar yang kini juga sedang tinggi nilai tukarnya terhadap rupiah," ujar Tauhid di Jakarta, Senin (6/4/2020).

Pekan ini nilai tukar rupiah berada di level Rp 16.638 per dollar Amerika. Bank Indonesia membuat skenario terburuk jika kondisi pandemi Corona memburuk, nilai tukar rupiah bisa menyentuh level Rp 20 ribu per dollar Amerika.

Dengan situasi yang sulit itu, Tauhid menilai permintaan sejumlah tenant agar diberikan kebebasan sewa dan service charge menjadi sulit diterima. Karena pengelola mal nya sendiri menghadapi kondisi yang tak kalah berat dibandingkan para tenantnya.

"Membebaskan tenant dari biaya sewa dan service charge kepada penggelola mal bukan cara tepat. Pengelola mal tentu punya pertimbangan untuk mengambil keputusan. Situasi ini mestinya bisa dipikul bersama," ujarnya.

 


Berikan Keringanan Kredit

Suasana pusat perbelanjaan yang relatif sepi pengunjung di Mal Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (17/3/2020). Seiring meluasnya virus corona Covid-19 di Indonesia, pengunjung pusat perbelanjaan atau mal langsung turun drastis dengan penurunan fluktuatif sekitar 10-15%. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tauhid menambahkan, dalam situasi seperti sekarang ini ada baiknya pemerintah juga ikut meringankan beban penggelola Mal beserta tenant mereka. Misalnya kementerian perdagangan bekerjasama dengan perbankan memberikan insentif berupa restrukturisasi kredit atau pinjaman murah.

Menurutnya, dalam situasi seperti ini Kementerian Perdagangan harus menyiapkan satu model insentif bagi pengelola mal.

"Pemerintah juga bisa membuka opsi untuk menurunkan beban pajak bagi pengelola mal. Semua cara harus dicari agar ada solusi terbaik bagi semua dan ekonomi tetap bisa berjalan," lanjutnya.

Tauhid juga menyarankan pengelola mal untuk mulai membangun jalur penjualan secara online. Langkah ini dinilai akan semakin memperkuat penjualan para ternant, termasuk ketika kelak situasi sudah kembali normal.

"Harus ada terobosan-terobosan agar tenant bisa tetap survive. Membangun fasilitas penjualan online bisa menjadi opsi untuk memperluas jangkauan pemasaran bagi produk-produk tenant, sehingga transaksi bisa dilakukan secara digital," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya