Liputan6.com, Tripoli - Rumah sakit pasien Virus Corona COVID-19 di Ibu Kota Tripoli, Libya, diserang akibat konflik. Pejabat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengecam serangan itu karena jelas merupakan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional.
"Saya kaget begitu mengetahui ada serangan hebat menghantam Rumah Sakit Umum Al Khadra di Tripoli, yang melukai sedikitnya satu petugas kesehatan dan merusak fasilitas medis," kata Yacoub El Hillo, koordinator residen PBB sekaligus koordinator kemanusiaan di Libya melalui pernyataan.
Advertisement
"Seruan berulang dari PBB dan komunitas internasional untuk menghentikan perseteruan hanya ditanggapi dengan sikap masa bodoh dan pertempuran yang terus menerus. (Serangan) ini tak dapat diterima, ketika petugas layanan kesehatan dan tenaga medis menjadi garda terdepan dalam melawan pandemi global," imbuhnya.
Hingga Maret 27 fasilitas kesehatan hancur dengan tingkatan berbeda-beda akibat bentrokan, termasuk 14 fasilitas yang ditutup, dan 23 fasilitas lainnya berpotensi ditutup akibat pergeseran konflik, menurut pernyataan.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
PBB Minta Eskalasi Militer Dihentikan
Pejabat PBB menyerukan agar eskalasi militer dihentikan untuk memungkinkan otoritas kesehatan dan lembaga bantuan menanggapi COVID-19 dan terus memberikan bantuan kemanusiaan darurat bagi mereka yang membutuhkan.
"Otoritas kesehatan Libya, bersama dengan PBB dan mitra kemanusiaan kami, sedang berpacu dengan waktu untuk menekan penyebaran virus tersebut. Jika Libya ingin memiliki kesempatan untuk melawan COVID-19, maka konflik yang sedang berlangsung harus dihentikan segera," katanya, seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (8/4/2020).
Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL) mendokumentasikan sedikitnya 356 kematian warga sipil dan 329 korban luka sejak konflik antara militer yang bermarkas di timur dan pemerintah dukungan PBB meletus pada April 2019.
Sejak awal konflik hampir 150.000 orang di Tripoli dan sekitarnya terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan 345.000 warga sipil masih berada di daerah garis depan dan sekitar 749.000 orang tinggal di daerah yang terdampak konflik, menurut UNSMIL.
Advertisement